Cooking Is Healing juga Pilihan Perempuan


“Kalau orang lain bisa bikin kenapa kita harus bikin? Gue heran kenapa orang-orang bikin mie ayam, kan yang jual banyak?” Kata temen kantorku suatu ketika.

Mendengar itu, aku seperti merasa kami tidak satu frekuensi. Bagiku apa salahnya perempuan karier suka memasak? Ya nggak ada salahnya. Sepulang kerja waktu badan lagi capek-capeknya, masak serupa healing untuk aku. Tentu sangat subjektif bukan pernyataan teman ku tadi? Dan jelas pernyataanku juga sangat subjektif.

Ada banyak hal yang agak sulit ku lakukan sebagai perempuan, padahal mungkin perempuan lain dengan mudah melakukannya. Misalnya aku sulit sekali menggambar alis atau memakai eyeliner. Begitu juga sebaliknya, barangkali perempuan lain akan merasa masak adalah pekerjaan rumit, melelahkan, atau bahkan kurang kerjaan.

Ketika lebaran pun begitu, ada sekte ibu-ibu yang akan menampilkan kebanggaannya ketika berhasil membuat kue lebaran.

“Cicip nih, buatan sendiri itu?”

Dan tentu ada pula sekte yang nggak pernah ambil pusing tentang keribetan kue lebaran lantas memilih beli saja.

“Alah gak telaten, beli semua itu.”

Apapun itu, tetap hargai pilihan perempuan manapun. Ia berhak memilih apa yang membuatnya nyaman. Meski tanpa eyeliner dan gambar alis, meski tak pandai memasak, suka memasak apapun rasanya, semua punya titik nyaman sendiri-sendiri. Bagiku masak is healing, tapi mungkin bagi orang lain tidak. Meski rasanya kadang tidak karuan.

Tidak ada alasan legal perempuan harus membandingkan satu dengan yang lainnya. Mari sadar bahwa pilihan orang lain akan menjadikan harmoni yang indah. Perempuan punya otoritas mengenai apa yang akan ia senangi.

Pilihan perempuan tidak boleh digantungkan atas standardisasi yang dianggit oleh konstruksi sosial. sehingga pilihan itu tidak berorientasi untuk mengais validasi atau pujian yang kelak berhambur kepadanya. Kenapa harus dibandingkan perempuan masak dan tidak masak, padahal jika tidak masak pun masih ada cara lain agar keluarganya tidak kelaparan.

Begitu juga sebaliknya, memasak seharusnya tidak menjadikan perempuan jadi rendah karena dianggap tidak produktif dan berdaya karena ia senang melakoni pekerjaan domestik. Asal tetap ada kesalingan, bukan paksaan dan menjadi beban ganda bagi perempuan.

Jangan sampai pilihan yang terus dibanggakan oleh satu orang, lantas membuat yang lain jadi insekyur dengan kemampuan dirinya. Betapa perempuan begitu sensitif terhadap hal-hal kecil, sehingga tidak ada salahnya jika kita saling menghormati pilihan orang lain.

Supaya tidak insekyur coba dengarkan lagu dari Hindia ini deh, enak banget di telinga.

Ada hal-hal di dunia ini memang sengaja dihadirkan dengan tidak seragam. Begitu juga dengan selera, kenyamanan, jalan healing masing-masing. Jangan menganggap pilihan kita adalah selera tinggi sehingga memandang rendah perempuan yang tidak memilihnya. Make up is healing, cooking is Healing, Nonton drakor is Healing, dan pilihan-pilihan lain perempuan adalah hak prerogatif setiap perempuan.


0 Response to "Cooking Is Healing juga Pilihan Perempuan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel