Sidang Munaqosyah itu Ibarat Lamaran


Tidak ada yang dapat benar-bentar dirayakan dari berproses selama bertahun-tahun. Karena diri masih saja sering bersahabat dengan ‘kelalaian’. Bahkan dihari yang orang lain merayakannya, diri ini masih terus dihantui dengan kata’Pengangguran’. Tasbih, tahmid dan takbir atas tahap yang berhasil terlampaui. Semoga dengan ini diri tidak lupa, masih ada banyak hal yang harus tercapai di depan. Setidaknya sekarang masih ada beberapa yang bisa di kenang, baik itu perkuliahan, unit kegiatan, atau yang sekadar bucin-bucinan.

Detik-detik menjelang akhir pengangguran atau justru sebaliknya, ada beberapa hal yang sepertinya layak untuk dibagi atau dijadikan pembelajaran. Perjalanan menyusun skripsi memang tak dapat diprediksi. Bisa sejengkal, atau kadang juga sedikit terjal. Apapun itu, perjalanan hanya akan selesai jika diisi dengan ketekunan dan kesabaran. Tidak ada yang benar-benar sulit menyelesaikan skripsi jika kita tidak ciut dengan kata revisi.

Revisi lagi, revisi lagi!!! sebenarnya apasih maunya dosen pembimbing ini?”

Hidup memang kadang tentang bagiamana revisi untuk menyelaraskan dengan standar. Entah kenapa kita selalu berlomba-lomba agar memiliki hidup yang standar, pekerjaan tetap yang standar, tapi marah kalau dikatain punya muka standar. Heran deh sama manusia, untung aku malaikat. Wkwkw

Kata orang sidang skripsi, atau di kampusku sering disebut munaqosyah, atau banyak orang lain menyebut sebagai pendadaran itu seperti tahapan lamaran. Dimana rasa nervous itu mencapai kulminasi. Tapi bagiku, sidang tidak semenyeramkan itu. Mungkin ini subjektif atau tergantung tingkat kilerisasi dosen pengujinya juga. Tapi yang jelas kuncinya adalah mempertahankan. Ya kaya si dia itu lo, masak udah kita perjuangkan tapi tidak bisa dipertahankan. Hiyaaa.

Karena bagaimanapun persiapan kita untuk ujian, dosen akan terus mengejar, maka kuncinya pertahankan argumentasi. Yakinkan dengan segala fakta yang kita temui di lapangan (kalau penelitianmu adalah lapangan), dengan angka-angka (kalau penelitianmu kualitatif). Widih sok ngasih saran aja ini, mentang-mentang baru sidang.

Hal membahagiakan dari sebuah ujian munaqosyah itu tidak hanya terletak pada lulus tidak atau dapat nilai  A , B, C, tapi lebih dari itu. Apalagi kalau bukan tentang siapa yang datang memberi selamat. Sebagai perempuan boleh jadi hal-hal seperti itu adalah energi.  Alhamdulillah energi itu datang dari kawan-kawan seperjuangan, senasib sepenanggungan dan se-kosan.

Sewaktu awal masuk kuliah kami pernah berjanji untuk wisuda bareng. Kupikir ucapan itu dulu sekadar manis-manis di bibir saja. Tapi sekarang terwujud juga. Aku tahu meski lisan kalian sering kurang terakreditasi. Setidaknya ada kebanggaan ketika kita saling mengingkatkan kepada sang pengabul segala keinginan. Terima kasih atas segalanya.



Kalau ucapan terima kasih kepada dosen sudah tercantum dalam kata pengantar, terima kasih kepada orang tua sudah termaktub dalam persembahan, dan terima kasih kepada ‘dia-dia’ yang pernah memberi jejak luka cukup dengan doa. Maka Terima kasih juga yang belakangan mengklaim diri sebagai ‘sahabat’, bela-belain datang dan bantuin padahal masih kurang sehat. 




Mungkin untuk yang ini terima kasih saja kurang mantab euforia untuk diucap, untuk setiap kejutan yang hassshhh.  Atas segala waktu dan kesediaan ada dalam keadaan apapun, pokoknya tentang semua hal yang terlewati dalam persahabatan selama empat tahun ini. Selalu jadi yang pertama menolong. Dan atas segala energi yang yang diberikan dalam bentuk "Deg-degan ora?”, “Ahh ntar kalau pengujinya bar-bar biar aku yang maju.” “Udah tenang, luluhlah dosen itu tak doain semalaman”, ”Hadiahmu nyusul gapapa ya.” Dan tentang cita-cita “Nanti kalo bisa kita tetanggaan ya kalau udah nikah.” 

Foto di sini Fajar kelihatan keling
Foto Di sini cerah, buruan ntar ada dosen lewat di suruh salat (Foto diambil menjelang salat ashar)
Untuk teman-temanku yang belum berkesempatan datang sudah dimaafkan, meski sebenarnya ada sedikit kesal. Hehe. Ya gimana semua orang punya kesibukan. Salah satu hal menyeramkan pasca kuliah itu memang sekadar “Kita susah bertemu hanya karena kesibukan kok.” Terima kasih yang terakhir untuk semua yang melantunkan doa kelancaran dan ucapan selamat penuh keberkahan.

Bonus foto dengan penghuni baru kosan....





0 Response to "Sidang Munaqosyah itu Ibarat Lamaran"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel