Papua Berdaya dan Tantangan Mempertahankan Keindahan Surga Indonesia

Saya pernah begitu berandai untuk bisa menginjakkan kaki di Tanah Papua. Pulau yang terletak di Ujung Timur Indonesia yang saya kenal lewat pelajaran SD mengenai hewan-hewan langka. Burung cenderawasih dan Kasuari adalah burung khas Papua yang sampai usia saya genap dua puluh dua, belum pernah menatapnya. Sudah cukup bangga ketika Papua adalah bagian dari Indonesia, masih menjadi bagian negara tempat saya tinggal.
Sumber: National Geographic
Sumber: Pixabay
Entah kenapa sejak kecil, mengenal Papua dan Rumah adatnya di dalam peta Indonesia menambah tinggi rasa penasaran saya. Namun, letak geografis yang begitu jauh dari tempat saya tinggal, membuat keinginan itu sebatas angan semu semata. Sampai suatu hari sewaktu SMP saya mendeklarasikan keinginan saya untuk bertolak ke Papua di depan kawan-kawan sekelas.

Ingatan Papua tak pernah lekang, kebetulan sekali waktu kuliah gabung komunitas yang pesertanya terdiri dari berbagai daerah. Salah satunya Papua. Cerita-cerita kawan saya mengenai Alam Papua tentu semakin memacu rasa ingin berkunjung dihati ini.

Tapi semakin dewasa, hidup terkadang menghamba pada realitas. Papua yang bagai diciptakan Tuhan sembari tersenyum bahagia itu merupakan suguhan mahal bagi diri untuk menggapainya. Apalagi membayangkan papua dengan hijau hutan, biru air laut dan putih pasirnya bagaikan gadis dua puluh tahun yang polos dan ranum. Siapapun akan menginginkan dia. Maka tak mengherankan pula, jika Papua menjadi destinasi wisata hijau yang menjadi mimpi banyak orang.
Sumber: Twitter
Saya membayangkan Papua adalah tempat tinggal yang begitu sempurna untuk masa healing dari hiruk pikuk aktivitas kantor dan ramainya Kota. Melampiaskan segala penat dengan pergi ke hutan dan memperoleh makanan. Kemudian langsung melahapnya segar-segar.

Setelahnya pergi ke Pantai Raja Ampat untuk menjejal pasirnya yang lembut serta menyelami bawah lautnya yang konon sangat indah. Ahh rasanya sudah tidak peduli lagi jika harus mengorbankan kulit menjadi eksotis dan berpikir bahwa skinker itu mahal. Karena yang lebih mahal dari itu semua adalah keindahan alam Papua bak bocoran surga dari Tuhan.
Sumber: Twitter
Tak mengherankan jika masyarakat Papua begitu bergantung dengan Alam bahkan tidak mengizinkan anak-anaknya sekolah sebab semuanya sudah disediakan alam untuk menunjang kehidupan. Bahwa bagi mereka hutan adalah kawan hidup, hutan adalah aset masa depan dan hutan tak akan berkhianat dengan mereka.
Sumber: Econusa
Sayangnya, ketika beranjak dewasa telinga saya kerap terpapar berita tentang Papua yang kontras dengan pandangan saya ketika sekolah dasar. Yang terdengar orang-orang Papua tak bisa menikmati alamnya secara utuh sejak adanya komersialisasi hutan. Belum lagi hewan-hewan yang menjadi kebanggaan orang-orang Papua juga ikut punah akibat gerakan deforestasi.

Deforestasi yang terjadi di Papua setiap tahunnya mengakibatkan penurunan luas daerah hutan. Padahal pada tahun 2005 hingga 2009 luas hutan Papua berjumlah 42 hektar. Namun pada tahun 2011 hutan Papua telah menyempit dan tersisa sekitar 30,07 juta hektar.

Hutan yang sering digadang-gadang sebagai paru-paru dunia maupun tempat bergantung masyarakat setempat kini dikomersialisasi oleh berbagai industri menjadi perkebunan maupun penambangan. Dan masyarakat setempat dengan segala keterbatasannya tidak dapat menghalau aksi eksploitasi itu.

Memang berat menjaga keindahan alam yang diberikan Tuhan. Tentu masih banyak PR yang harus dikerjakan supaya Alam Papua tetap indah dalam usia yang panjang. Keserakahan dan napsu kekuasaan tak boleh mengotori Lukisan Terindah Tuhan di Nusantara ini.

Papua dengan segala keindahannya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak demi menjaga kelestarian hutan, laut, sungai dan segala kekayaan alam di dalamnya. Pemerintah tentu harus menyadari pentingnya infrastruktur untuk menunjang akses dan mobilisasi.

Tapi lebih dari itu pembangunan sumber daya manusia harus menjadi langkah awal dalam mewujudkan Papua Berdaya. Supaya kekayaan alam papua benar-benar dapat dinikmati masyarakat sekitar bukan investor asing.

Melestarikan Budaya dan Tradisi Masyarakat Papua, Supaya Menjadi Destinasi
Sumber: Econusa
Selain kekayaan alam, Papua juga sangat kaya akan budaya dan tradisi. Tradisi yang menjadi destinasi akan menghasilkan nilai ekonomi. Tentu saja nilai ekonomi itu yang akan langsung berguna bagi masyarakat asli papua untuk menghindari eksploitasi besar-besaran terhadap hutan hijau.

Menanamkan Kesadaran akan Pentingnya Konservasi lingkungan
Bukan hal yang mudah menanamkan kesadaran pada suatu kelompok, tapi konservasi lingkungan tetap harus berjalan jika menginginkan Surga tetap bisa dinikmati lintas generasi.

Pemerintah atau masyarakat setempat bisa menggandeng beberapa komunitas maupun yayasan untuk membantu sosialisasi dan pergerakan dalam Konservasi lingkungan. Misalnya dengan program perawatan hutan magrove, poster, pemutaran film dan lain-lain.
Sumber: Econusa
Pengembangan Ekowisata dan Home Stay
Potensi alam Papua yang meliputi flora dan fauna sangat relevan dengan konsep ekowisata. Desa-desa kecil dengan berbagai potensi wisatanya dapat dibina untuk mengelola secara mandiri objek pariwisata. Konsep ekowisata juga mengajak orang-orang yang berkunjung ke Papua tidak hanya berwisata tapi sekaligus menjaga alamnya.
Andi Leo merupakan penggerak ekowisata
di Desa Sarawandori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua
Sumber: Econusa
Spot selfi ekowisata
Sumber: Econusa
Selain itu masyarakat setempat juga bisa mengembangkan konsep home stay sehingga wisatawan asing tidak perlu khawatir mengenai tempat menginap. Dan tentunya keuntungan itu dapat langsung dinikmati oleh masyarakat yang mengelola.

Mengajak anak-anak Muda yang telah menempuh Pendidikan untuk Pulang dan Berkontribusi untuk Daerahnya
Sumber: Pixabay
Tidak ada yang lebih membanggakan dari perginya anak-anak untuk berburu ilmu kemudian ia pulang dan membangun daerahnya. Selaras dengan jargon Mata Najwa  Papua juga butuh Anak muda yang mau mencinatai daerahnya serta terus andil dalam menjaga alamnya.

Mengembangkan Ekonomi Kreatif sebagai Sumber Pendapatan Warga Setempa
Sumber: Pixabay
Warga perlu bekal berupa kemampuan produktif untuk mengelola alamnya secara proporsional. Ekonomi yang dibangun juga terkait dengan pembangunan sumber daya manusia dengan mengambil secukupnya yang dibutuhkan tanpa eksploitasi. Dengan begitu wisatawan yang datang bisa membeli produk ekonimi kreatif masyarakat setempat untuk oleh-oleh keluarga di rumah.

Branding Sosial Media
Hari ini gerakan pemberdayaan dan wisata tidak ada apa-apanya tanpa publikasi media yang masif. Maka perlu adanya pelatihan sosial media guna membranding Papua dengan citra yang positif.

Seperti yang dilakukan Econusa dalam mensosialisasikan konservasi alam melalui podcast, pemutaran film, dan pelatihan media sosial. Tidak menutup kemungkinan aneka ragam keindahan papua belum diketahui banyak orang. Maka branding media membuat orang akan semakin ingin berkunjung ke Papua.
Sumber: Pixabay
Sumber bacaan:
https://www.hutanpapua.id/
https://www.econusa.id/
http://www.worldagroforestry.org/news/harian-pagi-papua-16-june-2016-merauke-potensial-untuk-sektor-ekowisata

4 Responses to "Papua Berdaya dan Tantangan Mempertahankan Keindahan Surga Indonesia"

  1. Setuju, Papua cocok untuk wisata tapi juga harus dijaga bersama ya lingkungannya..

    ReplyDelete
  2. Entah kapan bisa ke Papua. Kalau ada kesempatan pengen banget ke Raja Ampat dan Pantai Wayag. Melihat indahnya bawah laut yang cantik dan memesona

    ReplyDelete
  3. Tetap berkarya mba... Wonderfull papua.

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel