Kampung Bahasa Payungi dan Potensi Destinasi Wisata


Jika perhitungan saya tidak salah, sudah lima tahun lamanya menetap di Kota Kecil ini. saat pertama kali datang ke Kota Metro. Tujuan saya adalah menuntut ilmu dan rencananya saya akan pulang. Tapi kemudian, saya mendapat pekerjaan di sini dan rasanya Metro bukan tempat yang buruk untuk dijadikan rumah kelak.

Selama kurun waktu tersebut, banyak perubahan yang saya saksikan di Kota Metro. Terutama tempat saya kuliah. Kampusnya menjadi dua dan hampir setiap tahun melakukan pembangunan gedung.

Pondok pesantren juga makin bertambah. Saya ingat dulu di samping kampus dua IAIN Metro Pondok Hidayatul Quran masih kecil, sekarang santrinya sudah banyak. Sekolah SD Muhamadiyah dan SD Islam terpadu mulai didirikan.

Kemudian Pada tahun 2018 terbentuklah pasar warga bernama Payungi yang diinisiasi oleh Dharma Setyawan. Dua tahun berjalan pasar ini telah membangkitkan ekonomi warga sekitar. Sekarang bahkan ada beberapa divisi yang dikembangkan sebagai wadah belajar, seperti Payungi University, Women and Environment Payungi dan Payungi Kampung Bahasa.

Saya bergumam dalam hati “Inikah wajah Kota Metro yang diklaim sebagai Kota Pendidikan itu?”

 Sudah sejak lama, saya ingin belajar bahasa inggris. Namun keinginan itu hanya sebatas keinginan. Tanpa usaha yang benar-benar konkret. Akhirnya sampai lulus kuliah malah belum punya kemampuan bahasa inggris yang bisa dibanggakan.

Sempat ada program kampus belajar bahasa inggris satu semester namanya Intensifikasi Bahasa Inggris. Kemudian ada tes TOEFL juga. Dengan semangat saya mengikutinya. Tapi setelah itu saya nggak mendapat lingkungan yang bisa memelihara atau meningkatkan kemampuan bahasa inggris saya.

Dengan segala ketidakpedean bahasa inggris, kok ya mendapat kerja di tempat yang mengutamakan bahasa inggris. Seperti rezeki yang diikuti dengan tantangan. Semangat belajar bahasa inggris itu mulai membara, apalagi melihat teman-teman kerja sudah cas cis cus mengajar dengan bahasa inggris.

Hanya satu, tidak ada yang mau mengajari saya dengan cuma-cuma. Dan menurut saya belajar bahasa inggris dengan membaca atau menonton video saja tidak cukup. Langkah saya tidak berhenti sampai di situ, saya pengen punya guru bahasa inggris.

Karena budget yang pas-pasan, mencari-cari kelas gratis adalah jalan. Kemudian dikasih rezeki hadiah give away berupa kelas intensif IELTS selama 15 hari. Hari pertama semangat sekali, dan hari berikutnya saya mulai tidak sanggup mengikuti kelasnya karena menurut saya belum mencapai kemampuan itu.

Nah, setelah mundur teratur dari kelas itu, saya menemukan iklan video di instastory. Payungi Kampung Bahasa yang tidak jauh dari tempat tinggal dan tempat bekerja saya membuat sebuah program Training For Trainer yang kemudian disingkat TFT. Semangat belajar bahasa inggris itupun kembali bersemburat.


Jika melihat struktur geografisnya, Metro tidak memiliki pemandangan alam yang menjanjikan. Di sini akan sulit ditemukan wisata alam berupa, laut, gunung atau air terjun. Tapi adanya banyak instansi pendidikan maupun pendidikan nonformal yang menggambarkan budaya berpikir dijunjung tinggi di Kota ini seharusnya kita optimis.

Bahwa segala hal dapat menjadi destinasi wisata. Sebuah budaya berupa tari-tarian, makanan, pertunjukan seni, bahkan kebiasaan berpikir berdiskusi hingga membentuk lingkar komunitas seperti kampung bahasa ini pun dapat dijadikan budaya. Nuansa pedesaan Kota Metro yang tidak gagap akan pasar modern akan menjadi nilai tersendiri.

Tempat-tempat yang dapat memerdekakan sampahnya guna menyayangi lingkungan juga dapat dijadikan sebuah destinasi wisata sekaligus edukasi. Bagaimana orang datang dan penasaran tidak hanya sekadar estetika yang akan memanjakan indera penglihatan.

Tapi bagaimana sebuah Kota bertahan dengan budayanya, tidak direduksi oleh segala yang modern dan kehilangan yang ia punya. Dengan pendidikan kontekstual yang menjamin seseorang menjadi sadar akan pentingnya mempertahankan miliknya yang dulu.

Saya berharap Kampung Bahasa Payungi adalah cikal bakal destinasi wisata yang dapat membanggakan sekaligus menambah value Kota Metro. Agar orang-orang di luar Lampung punya banyak keinginan untuk datang kesini karena ambisi keilmuan dan keingintahuan.

9 Responses to "Kampung Bahasa Payungi dan Potensi Destinasi Wisata"

  1. Metro itu di lampung kan yah? Saya ada tuh temen orang metro, di sana malah kebanyakan orang Jawa lo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya di Metro ini multikultural kak, dari mana-mana.

      Delete
  2. Wah kakak orang metro toh... Salam kenal... Semangat berkarya

    ReplyDelete
  3. Aku jd inget Ama kampung Inggris di Kediri :). Mungkin metro sepertj itu yaa mba? Belum pernah ke Lampung. Pengen sebenernya, tapi adaa aja halangan tiap mau kesana :).

    Mungkin kalo nanti beneran bisa luangin waktu ke Lampung, aku pgn liat kota metro seperti apa :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah sini mbak ke Lampung, keren banyak pantai kece. Jangan lupa mampir ke Metro.

      Delete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel