Review Novel Laut Bercerita

 

Novel Laut Bercerita

“Jika jawaban yang kalian cari tak kunjung datang, jangan menganggap bahwa hidup adalah serangkaian kekalahan.” Hal 366

Sebelum membaca novel ini, aku tidak pernah mengintip review bahkan sinopsisnya sekalipun. Keputusan membeli novel Laut Bercerita juga sangat impulsif. Waktu itu sedang ada diskon dan aku ingin membeli novel LebihSenyap dari Bisikan. Namun, diskon ongkos kirim terlalu sayang jika tak dimanfaatkan untuk membeli novel yang lain lagi.

Maka wajar, bila aku tidak akan menyangka kalau novel ini berhasil membuatku belajar tentang banyak hal. Terutama kehidupan aktivis mahasiswa pada tahun-tahun kelahiranku. Ya, 1998. Bagaimana peristiwa pengunduran diri seorang presiden yang telah berkuasa selama kurang lebih 30 tahun menjadi angin segar bagi banyak pihak.

Lewat Novel Laut Bercerita, aku memperoleh sebuah gambaran betapa kejinya pemimpin diktator kala itu. Aku bahkan tidak dapat membayangkan betapa hidup zaman itu begitu membagongkan. Bagaimana elit politik menikmati setiap kemewahan, sementara rakyat kecil harus menderita sejadi-jadinya.

Aku menyadari, selama ini, bahkan saat masih menjadi mahasiswa, aku tidak begitu menaruh simpati terhadap perjuangan masa reformasi. Tapi setelah membaca Novel Laut Bercerita, aku diajak berjuang, bersedih, kesal dan marah dengan kebengisan yang pernah terjadi di negara ku.

Barangkali, akan ada yang bertanya, “Kok sebegitu bapernya, kan ini cuma fiksi?”

Bagaimana aku bisa mempercayai kalau novel ini sebuah fiksi, kalau fakta yang ada mendukung kisah-kisah yang ada di novel ini? Walaupun pasti ada unsur fiksi yang diciptakan oleh penulis. Tapi aku percaya sepenuhnya bahwa konflik utama yang muncul pada novel Laut Bercerita adalah base on true story. Setidaknya itulah yang membuat aku menganggap novel ini istimewa.

Bahkan, belum sampai menamatkan novel Laut Bercerita, rasa penasaranku sudah begitu besar. Yang membuat aku, akhirnya memutuskan untuk membaca ulang berita-berita tentang aksi 1998, perjuangan reformasi.

Ketika Novel Laut Bercerita mengisahkan perjuangan para aktivis memperjuangkan kebebasan demokrasi. Kemudian pada perjalanannya ada 13 pemuda yang hilang sampai hari ini tak pernah terungkap dimana dan bagaimana keadaan mereka. Maka aku semakin penasaran siapa mereka? Dan yang paling penting bagaimana kondisi keluarga yang kehilangan anak-anak mereka.

Hal menariknya adalah, 9 aktivis mahasiswa yang juga di culik pada bulan-bulan Februari-Maret Tahun 1998 di kembalikan ke kampung halamannya masing-masing. Sehingga merekalah, yang akhirnya membuka suara tentang apa saja yang mereka alami selama diculik. Ketika, 9 orang yang dikembalikan saja mendapat trauma sangat berat. Sampai harus menunggu bertahun-tahun agar mereka pulih dan siap membuka suara. Lalu bagaimana trauma mereka ke-13 aktivis lain yang hingga saat ini tak pernah diketahui nasibnya.

Jika kita membaca novel Laut Bercerita, kemudian mencari berita-berita terkait aksi 1998, akan muncul nama-nama yang familiar di telinga kita. Nama-nama itu akan mudah kita ketahui siapa mereka. Mungkin juga akan membuat kita kaget, bagaimana sebuah negara bisa berbuat sedemikian keji kepada orang-orang kecil yang berusaha memperjuangkan haknya. Aku  bahkan dibuat gagal paham dengan mereka yang setiap minggu melihat wajah sedih keluarga yang ditinggalkan itu, masih bisa tertawa menikmati hiruk pikuk dunia politik.

Novel Laut Bercerita berhasil membuatku menangis berkali-kali, marah berkali-kali, tapi juga jatuh cinta berkali-kali. Lebih dari itu, aku diajak hidup di zaman yang rewel dikit kita bisa hilang. Bagaimana kerja-kerja jurnalistik tidak bisa se-leluasa sekarang. Meskipun, sekarang juga aku masih percaya ada pihak-pihak yang diminta bungkam.

Bagian yang paling merobek-robek hati ketika membaca novel laut bercerita adalah ketika keluarga berada di dalam kesedihan yang aneh. Penantian tanpa kepastian. Mereka setiap hari menunggu dan berharap suatu sore anaknya pulang. Karena memang tidak pernah diketahui jasadnya jika sudah meninggal. Bahkan kesedihan itu mungkin masih ada hingga sekarang, ketika sudah 20 tahun lebih berlalu.

Novel Laut Bercerita menggunakan alur maju-mundur, jadi pembaca akan diajak bertamasya ke ruang masa lalu, masa kini hingga masa dimana terus menebak apakah dalang-dalang dibalik peristiwa ini tengah menikmati kemewahan hidup. Jujur aku begitu kagum dengan penulis novel Laut Bercerita, Leila S. Chudori.

Belakangan, aku mengetahui bahwa beliau adalah seorang jurnalis. Maka, karya ini barangkali adalah suara sekaligus karya beliau, yang mungkin belum dapat ia terbitkan sebagai karya jurnalistik. Sebagai seorang yang dulu sempat menjadi bagian dari pers mahasiswa, aku merasa dunia jurnalistik memiliki kode etik yang membuat jurnalis tidak dapat menuliskan sebuah spekulasi atau bahkan keresahannya sendiri.

Itulah mengapa, Novel-novel yang sebagian besar ceritanya adalah kisah nyata memang seharusnya terus dinarasikan. Apalagi melalui novel atau cerita pendek. Karena di masa depan, orang-orang akan mudah mempelajari dan mengetahui apa saja yang terjadi di masa lalu. Sehingga mereka juga tidak mudah tergelincir pada kisah-kisah yang sengaja dibuat untuk mendapatkan keuntungan tertentu.

Novel Laut Bercerita memang penting sekali dibaca anak-anak muda. Supaya rasa empati terlatih dan mulai kritis dengan kelakuan elit politik yang semakin hari semakin ingin memperkaya diri sendiri.

Judul                           : Laut Bercerita

Penulis                       : Leila S. Chudori

Penerbit                    : Kepustakaan Populer Gramedia

Tahun Terbit            : 2021

Pereview                  : Ririn Erviana

Jumlah Halaman     : 379

23 Responses to "Review Novel Laut Bercerita"

  1. Udh lama tahu ttg buku ini, tapi jujurnya masih ragu mau beli hanya Krn aku kuatir terlalu nyesek bacanya mba :(. Sebagai orang yg lahir di THN 80an, aku ngerasain banget parahnya di zaman orba dulu. Banyak kenalan yg tiba2 meninggal terkena peluru nyasar dari Petrus. Belum lagi yg hidup di kampung2 banyak dapat gangguan dan siksaan dari orang2 baret merah. Untungnya pas reformasi 1998 terjadi, aku ga tinggal di Jakarta. Jadi ga merasakan rusuhnya dulu kayak apa. Suami yg cerita, gimana mencekamnya pas 98 Krn dia tinggal di Jakarta.

    Mau sampai kapanpun, apa yg orang2 itu pernah lakuin ke masyarakat, masih tetep keinget sih 😔. Makanya untuk membaca buku ini, aku masih berat🥲. Bersyukur ada review singkatnya, setidaknya bakal tahu seperti apa isi buku

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah ternyata bisa bikin tekanan psikologis tersendiri bagi yang menyaksikannya ya bak. Gak kebayang dulu hidup orang orang di bawah tekanan. Banyak yang dibungkam. Tapi sekarang rasanya kok kayak mirip pada zaman ituuuu...

      Delete
  2. Waaahh jadi pengen baca keseluruhan ceritanya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuk baca mbak seru banget, dan sekarang malah baca bukunya penulis yang sebelumnya nih saking berkesan banget

      Delete
  3. tahun itu menjadi tahun yang sulit saya lupa. suasana mencekam saat di kampus sampai saya pulang ke rumah. semoga allah memberikan ketabahan dan kekuatan untuk semua keluarga yang hingga saat ini belum ada kabar tentang anaknya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. nggak kebayang mbak kalau aku menyaksikan peristiwa ini secara langsung, sementara membaca saja sudah begitu mengerikan dan menyedihkan.

      Delete
  4. Dari judulnya aku kira cerita tentang eksploitasi laut, ternyata nggak ya. Kalo bahas ttg 98, duh jadi menggerai. Igt bgt dulu meskipun masih SD, liat orang2 jadi "gila" jarah banyak barang, ngebakar bangunan. Miris banget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku gak pernah nyangka kalau kejadian sekejam itu pernah terjadi di negara kita. Sungguh sangat mengerikan ya masa itu.

      Delete
  5. Aku sempat baca dan punya buku ini. Ya Ampun berasa hidup di tahun tersebut manakala membaca novel itu ya Kak. Bagus juga jalan ceritanya dan related dgn kondisi waktu itu.

    ReplyDelete
  6. Iya... Sulit percaya buku ini sepenuhnya fiksi ketika latar belakang dan alur penyampaian terasa begitu nyata

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak, aku aja yang beda generasi bisa ngerasain betapa nyata setiap adegannya.

      Delete
  7. Replies
    1. Menurut aku sama sekali gak berat kak. Sama kaya novel kebanyakan. Seru malahan. Coba baca geh!

      Delete
  8. Jadi pengen baca juga...tpi perlu diingat kak..membaca sejarah jangan hanya satu sisi

    Banyak sisi" lain juga yang perlu dicermati..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget, tapi kalau baca sejarah yang jadi novel gini tuh emang menyenangkan. Gak terasa berat.

      Delete
  9. Wah baca review ini jadi penasaran sama bukunya.

    ReplyDelete
  10. Tahun itu ya.. Adalah masa-masa yang tidak ingin ku ingat, aku lahir di tahun 80an.yaah memang yang kaya makin kaya dan miskin makin miskin.. Tidak ada yang tengah-tengah. Nangis lah kalau inget zaman itu. Aku jujur pengen baca buku ini, tapi takut peristiwa kerusuhan Mei itu teringat lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. menyisakan kesedihan yang mendalam ternyata yaaa, tapi aku senang banget mbak hadirnya novel bercerita bisa jadi sumber informasi yang penting bagi milenial yang tidak paham peristiwa 98 secara langsung.

      Delete
  11. Novel Laut Bercerita terdengar asing namun nama sang pengarang tak asing bagi saya. Saya mungkin masih terlalu dini ketika kerusuhan itu terjadi. Membaca akan mengingatkan kembali kisah kelam tapi tentu bisa jadi bahan pembelajaran sangat penting di masa kini dan masa depan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penting banget, novel ini kayak menjelaskan sejarah baru dari sudut pandang yang lain. Jadi makin tahu bagian-bagian yang sengaja dihilangkan. Harus baca Novel Bercerita.

      Delete
  12. mbakkk dirimu keren banget ngulasnya, aku menimati setiap diksi yang kamu gunakan untuk mewakili apa yang ada dibuku. dudududud aku jadi mupeng. nih membaca novel ini
    apalagi. jika ada kaitan dg media jurnalistik wah aku suka sekali. sebab btapa menjadi jurnalis itu luarbiasa

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel