Untuk yang Sedang Jenuh Karena Rutinitas Pekerjaan

 

Kalau diingat-ingat, mungkin sekitar dua tahun yang lalu. Ketika hari-hari saya dipenuhi rasa khawatir soal karir dan pekerjaan. Baru saja  menuntaskan kuliah waktu itu. Rasanya ingin cepat-cepat dapat kerja dan menghasilkan uang sendiri. Seolah-olah, kerja apa aja mau deh yang penting nggak jauh-jauh dari dunia pendidikan sesuai jurusan kuliah.

Sampai, semua keinginan itu akhirnya terwujud. Tentu banyak sekali tantangan dan hal-hal di luar ekspektasi. Semua itu dijalani agar bisa bertahan dan enggak lagi bergantung sama orang tua. Waktu itu, rasanya sedikit iri juga ketika melihat teman bisa bekerja dan masih bisa hidup menumpang dengan orang tua. Sementara gaji boleh untuk senang-senang dengan leluasa.

Berbeda dengan saya yang harus berdiri di kaki sendiri. Menopang semua kebutuhan hidup dari jerih payah sendiri. Rela berada di kosan sendirian sementara teman kuliah satu per satu sudah pulang kampung dan pindah kosan karena dapat tempat kerja yang lebih jauh. Bahkan, harus terbiasa bangun pagi, pulang sore, menyiapkan makanan untuk diri sendiri, membersihkan pakaian secara manual.

Sudah tidak ada lagi waktu panjang untuk pulang kampung. Karena libur kerja paling lama sepuluh hari saja, itupun waktu lebaran. Berbeda ketika kuliah, libur panjang bisa satu hingga dua bulan. Perjalanan panjang itu mengantarkan saya pada banyak pelajaran berharga.

Dunia kerja yang umumnya kita awali dengan perjumpaan beragam karakter teman. Sikap atasan satu per satu. Senior yang julid. Sampai akhirnya belajar bagaimana menghadapi mereka secara tepat. Bertemu dengan orang-orang dari lintas usia dan latar belakang yang berbeda akan membuat kita semakin kaya akan perspektif dan mengasah skill komunikasi.

Meskipun terkadang, sudah terlampau malas untuk memperbaikinya ketika diri sudah yakin akan ketidakcocokan pada beberapa rekan kerja. Rasanya, saya cukup beruntung, menemukan beberapa teman yang se-frekuensi, sehingga bisa menambah rasa semangat bekerja apalagi jika sedang banyak deadline.

Dari semua lika-liku perjalanan karir itu, saya yakin sebagian besar orang pernah merasa insecure ketika menengok teman-teman lain kelihatannya punya pekerjaan yang lebih mapan. Misalnya, ketika melihat teman saya yang sudah jadi PNS. Ada teman yang kerjanya jalan-jalan dari satu kota ke kota lain. Terlihat sangat menyenangkan.

Sementara saya, masih dengan rutinitas yang sama. Libur di saat weekend yang sudah habis digunakan untuk berberes kamar, pakaian, dan urusan-urusan lain yang remeh temeh. Entah ini rasa yang seperti apa. Bisakah disebut career anxiety?

Ah entahlah, tidak ingin self-diagnosis tapi rasanya udah terjadi aja tuh diagnosa. Saya mencoba untuk menikmati masa-masa ini dengan bumbu overthinking yang sering datang tanpa mengenal waktu. Saya coba menonton beberapa serial maupun film dan sepertinya cukup berhasil mendongkrak motivasi.

Saya menemukan beberapa buku bertema self-development, relationship , slow living dan minimalism. Kali ini, perjalanan mengantarkan saya pada rasa syukur atas kesukaan membaca buku dan menonton film ini. Saya belajar lewat keduanya. Bahwa hidup tidak harus istimewa. Hidup yang sederhana justru hidup yang paling bahagia.

Hari demi hari, membuat saya berefleksi bahwa  status pekerjaan prestisius, gaji tinggi maupun gaya hidup branded tidak selalu membawa seseorang pada kebahagiaan. Ternyata yang paling penting dari semua itu adalah, udara yang bersih untuk benapas, teman yang saling mendukung, keluarga yang selalu mendukung dan pasangan hidup yang juga siap sedia menemani.

Bahkan, punya kesukaan untuk membaca buku dan nonton film juga hal yang seharusnya saya syukuri. Karena mungkin banyak orang di luar sana tidak cukup bahagia hanya dengan dua aktivitas ini. Bukankah ini suatu yang membahagiakan ketika kita bisa mendapatkan kepuasan hanya dari hal yang sederhana?

Saya juga belajar tentang sifat manusia yang akrab dengan rasa bosan. Dulu, sebelum bekerja, saya sangat ingin diterima di tempat kerja saya sekarang. Begitu saya sudah diterima, saya dihadapkan oleh banyak pekerjaan, jujur tentu saja pernah muak dan ingin segera mengundurkan diri.

Nah, untuk membunuh rasa bosan itu, saya membutuhkan aktivitas yang berbeda dari rutinitas bekerja. Saya membaca, menonton film, menulis, belajar bahasa inggris, marketing, dan berkomunitas. Membuat saya menemukan hal lain yang menyenangkan sekaligus dapat menambah uang tambahan.Sangat cocok dengan buku-buku yang saya baca tentang pentingnya menambah sumber penghasilan.

Pada tulisan ini, saya ingin berbagi cerita tentang perjalanan karir saya selama dua tahun setelah kuliah. Saya tidak ingin menyematkan saran bersyukur, karena menurut saya sulit menciptakan tutorial bersyukur karena setiap orang punya kondisi mental dan masalah yang berbeda-beda. Meskipun, saya sepakat bahwa semua orang harus bersyukur. Tapi biarlah dengan caranya masing-masing.

Jika kalian sedang menghadapi rasa jenuh akan pekerjaan. Semangat ya. Coba temukan hal-hal menyenangkan di sekitarmu agar hidup lebih bermakna bukan sekadar bekerja seperti mesin. Temukan aktivitas yang melibatkan perasaanmu sehingga emosimu bisa release. Sama seperti metabolisme, mungkin emosi juga baiknya harus di-release secara rutin agar jiwa stabil.

Saya pernah menulis keresahan ketika usia saya 22 tahun. Sekarang usia saya menjelang 24 tahun. Saya menulis ini untuk menjejak. Bahwa saya pernah merasakan emosi itu. Resah, insecure sampai akhirnya mindfulness. Semoga kamu pun yang membaca tulisan ini juga demikian.

13 Responses to "Untuk yang Sedang Jenuh Karena Rutinitas Pekerjaan"

  1. Setuju banget sama kalimat "Hidup yang sederhana justru hidup yang paling bahagia". Mungkin kita bisa dibilang seangkatan kali yaah, beda setahun aja hihi Tapi iya banget aku jg pernah merasakan hal hal ini, terutama soal karir. Ketika melihat teman-teman lainnya bisa di A B C, kok saya disini aja ya. Tapi nyatanya, yaa rumput tetangga ga selalu terlihat hijau, kita gatau dibalik ke hijauan itu ada apa :D skrng bisa belajar untuk jauh lebih bersyukur terhadap kehidupan yang saya jalani, yang membawa saya menjadi orang yang bahagia. Thanks yaa sudah sharing :) Salam kenal!

    ReplyDelete
  2. Selamat sudah melewati begitu banyak lika liku kehidupan. Merasakan insecure career, adalah hal yang lumrah. Apalagi sekarang sudah lebih bisa menerima dengan cara mindfulness.

    ReplyDelete
  3. baca tulisan Mbak Ririn, jadi ingat kerabat jauh yang hanya mau kerja kalo gajinya sekian, dapat tunjangan ini itu
    mungkin karena merasa lulusan teknik, harus dapat gaji besar
    akhirnya selama hampir 10 tahun gak kerja apapun dan berakhir buka kios foto kopi di rumah ayahnya..

    ReplyDelete
  4. waktu aku di umur 20an, aku pun juga punya insecure dan overthinking. hal-hal seperti ini sering banget kepikiran yang sebenarnya yang kita perlukan adalah aksi. kalau gagal dicoba lagi. sekarang di umur 30an jadinya kayak nyesel kenapa waktu muda gak giat.

    ReplyDelete
  5. usia 20an memang usia produktif lengkap dengan paket perkembangan emosi dan psikologis menghadapi tantangan baru, dunia kerja, karir dan pernikahan. menurut saya usia 20an - 30an usia penentu masa depan sih. termasuk kebiasaan dan respon. kalau sejak mudah terbiasa dengan dinamika perubahan, punya daya juang dan mau belajar. hal ini akan terus berulang dan bertahan sampai usia dewasa hingga 50an bahkan lebih. termasuk mengatasi rasa jenuh karena pekerjaan, karir atau rutinitas yang yaahh gitu gitu aja. karena tantangan seperti ini, ada terus bahkan di setiap babak kehidupan. yang berbeda hanya media nya saja., ntah dalam pekerjaan, pernikahan, circle dan lain sebainya

    ReplyDelete
  6. Di usia 20 an aku juga pernah insecure mba. Kadang ngerasa ngenes gitu kalau bicara keberhasilan orang lain.
    Tapi di usia yg sekarang, aku lebih bisa menikmati apa yang aku jalani sekarang. Lebih tau kemana arah tujuan yg pengen aku jalani. Semangat menjalani masa produktif mbaa, bener kata koh Deddy. Banyak aksi, banyak sharing ini penting

    ReplyDelete
  7. I feel you, mbak. Dulu waktu kerja kantoran, aku pernah mengalami apa yang mbak rasakan. Menulis jurnal bisa membantu supaya hari-hari tidak berlalu tanpa makna. Kalau memang sudah tak tertahankan, bisa hubungi expert (psikolog/psikiater) untuk ngobrolin hal ini :)

    ReplyDelete
  8. Insecure memang dirasakan oleh siapa saja.
    Dan mbak Ririn hebat mengarahkannya ke hal positif untuk dibagikan melalui tulisan seperti ini, sehingga bisa jadi penyemangat buat diri sendiri maupun yang sedang mengalami hal serupa

    ReplyDelete
  9. Btw Mbak Ririn, tulisan ini relate banget sama saya beberapa tahun sebelumnya. Ngerasa insecure ngeliat temen yang kerjanya udah mapan, udah jadi PNS.. sementara diri sendiri masih gini2 aja. Dan ya.. pelarian saya saat itu rajin belanja buku, itu yang bikin saya ngerasa sedikit lebih baik.

    Sekarang, begitu udah pindah kerja .. ketemu sama hal2 yang bikin nggak betah 😅

    ReplyDelete
  10. Ya tiap orang memang punya kondisi dan masalah mental yang berbeda-beda. I feel you, beberapa tahun lalu, ketika memang suka ada rasa pengin ini itu, kerja di sini di situ, tapi setelah mengikuti alurnya, lambat laun kita juga bisa menemukan dan mengenal diri sendiri, mau apa dan bagaimana ke depannya.

    Keep semangat!

    ReplyDelete
  11. Sebetulnya bekerja (pada orang lain) bukan akhir dari perjalanan hidup, tapi hanya suatu fase menuju fase berikutnya, yaitu menciptakan pekerjaan sendiri tanpa ketergantungan terhadap orang lain. Namun untuk bisa menciptakan pekerjaan sendiri, ya perlu ada pengalaman untuk bekerja pada orang lain dulu.

    ReplyDelete
  12. Rutinitas kerja itu memang terkadang bikin jenuh, terutama yang kerjanya jarang ketemu orang, pressurenya tinggi, dan jarang jalan ke luar.
    Lumrah namanya manusia ada bosennya, kalau udah bosen itu artinya disuruh rehat sejenak dari rutinitas, kalo perlu ambil cuti biar otak kembali fresh lagi.

    ReplyDelete
  13. Selamat menikmati hari-hari usia 20an yaa Mbaaa. Seperti yang kakak kakak yang udah lewati usia 20an di atas sebutkan, perasaan itu lumrah hadir. Tapi kakak keren, bisa mengarahkan kejenuhan itu dengan mencari kesenangan di lingkup positif.

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel