Review Film Imperfect



Beberapa waktu yang lalu saya menamatkan buku self improvement, judulnya Sebuah Seni Bersikap Bodo Amat. Berisi segala rupa kenyataan-kenyataan menyakitkan yang harus diterima oleh orang-orang yang menjelang dewasa. Membacanya membuat saya semakin meaningful dengan kehidupan yang berselimut masalah.

Kemudian tidak lama setelah itu, pacar saya memberi rekomendasi saya sebuah film tentang insecure. Insecure adalah istilah baru yang mungkin terasa asing bagi sebagian orang tapi begitu familiar bagi generasi milenial. Sederhananya insecure adalah perasaan rentan atau tidak cukup puas dengan keadaan sendiri. Mungkin banyak sekali dialami oleh orang-orang di usia 20-an termasuk saya.

Film ini berjudul Imperfect, bercerita tentang Rara yang lahir dengan fisik gendut dan kulit hitam mirip ayahnya. Sementara Lulu adik Rara berkulit putih bersih sejak lahir karena mendapat dominasi pigmen kulit dari ibunya.

Rara berasal dari keluarga baik-baik, punya pacar, punya pekerjaan dan sekilas hidupnya sudah cukup sempurna untuk mencapai ketenangan. Hanya ibunya yang toxic dan overprotective terhadap makanan untuk Rara sehingga dari situlah awal mula insecure itu timbul. Rara merasa dibedakan dengan adiknya hanya karena fisik.

Rara bekerja sebagai researcher disebuah perusahaan produk kecantikan. Di kantornya ia hanya memiliki satu sahabat dekat karena meskipun ia senior, ia sering dipandang sebelah mata oleh rekan-kerannya karena fisiknya. Suatu ketika Rara dicalonkan menjadi manajer marketing, tapi dengan berat hati boss nya bilang kalau Rara belum bisa menempati posisi itu. Alasannya adalah,
“Zaman sekarang nggak cuman isi otaknya aja, tapi penampilan juga penting.”
Dari sinilah, Rara bersikeras mengubah penampilannya, ia termakan stigma bahwa perempuan harus langsing, berdandan, dan pakai high heels agar menarik. Ia berusaha mati-matian untuk diet dan melupakan kenyamanannya yang dulu, berupa makan apapun sepuasnya. Ia olahraga habis-habisan sampai jatuh sakit dan kerjaannya keteteran.

Ia berusaha mengejar sesuatu hanya agar mendapat penilaian good dari orang lain. Dan tanpa sadar Rara sudah kehilangan banyak hal, pacarnya, sahabatnya, dan anak-anak lentera yang dibinanya.
“Lo boleh ngejar apapun yang lo mau, tapi inget! Lo juga bisa kehilangan semua yang sudah lo miliki,” ucap sahabat Rara.
Mungkin dititik terendah itu Rara mikir, “Sebenernya apasih yang gue cari.” (Saya menebak saja hahaha)

Sampai akhirnya Rara sadar bahwa adanya ketidaksempurnaan itu begitu penting bagi dirinya. Karena ketika menjadi cantik dan langsing dia justru kehilangan kebahagiaannya yang dulu. Nyatanya sempurna itu belum tentu membahagiakan bukan?
“Kalau Menjadi Sempurna dapat membuatmu bahagia. Tolong kasih kasih aku waktu untuk belajar menerima itu. Karena aku terlanjur mencintai ketidaksempurnaanmu.”-Pacar Rara
Film ini kemudian diakhiri dengan suksesnya Rara mem-branding perusahaan kecantikan tempat ia bekerja dengan mengubah mindset standardisasi kecantikan perempuan. Ia sukses menjadi manajer marketing dengan mengenalkan kepada khalayak mengenai kewajaran bentuk wajah, rambut, gigi, dan warna kulit perempuan. Bahwa cantik itu tidak harus putih, langsing, gigi rata, rambut lurus dan lain sebagainya.

Over all, suka banget sama film ini meskipun dari sisi editing atau sinematografi biasa aja tapi nilai yang dibawa benar-benar berisi terutama untuk kawula muda. Cameonya juga nggak sembarangan adegan dalam artian punchline nya dapet banget, mungkin karena sutradaranya kang stand up comedy wkwk. Dan tentunya saya paling suka dengan soundtracknya, karena yang nyanyi idola saya. Film yang sangat recommended buat ditonton. 

Thank you!

Judul Film     : Imperfect: Karier, Cinta, Timbangan
Sutradara      : Ernest Prakasa dan Meira Anastasia
Pemain          : Jesica Mila dan Reza Rahardian
Tahun Rilis    : 2019
Pereview      : Ririn Erviana

0 Response to "Review Film Imperfect"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel