Review Film Sore: Istri dari Masa Depan, Kisah Cinta Lintas Waktu

Mungkin sudah tiga tahun lebih sejak terakhir kali nonton film di bioskop. Dulu kalau mau nonton film di bioskop harus ke Bandar Lampung dulu. Tapi sekarang di Metro sudah ada BES Cinema, meski bukan XXI, warga Metro sudah bisa nonton bioskop. Dan ternyata filmnya cukup update. 

Gara-gara banyak bersliweran kesan-kesan indah yang dibagikan orang-orang di sosial media, saya jadi ingin sekali nonton Film Sore: Istri dari Masa Depan ini. Sebuah film garapan sineas berbakat, Yandy Laurens. Film-film garapan beliau banyak menuai pujian dan selalu ramai penonton.

Saya sangat antusias begitu tahu kalau film ini ada di BES. Suami juga langsung mendukung saya untuk nonton. Saya baru sadar setelah jadi IRT, tidak punya banyak teman yang bisa diajak nonton bareng. Sebenarnya ada dua kandidat, tapi keduanya sama-sama tidak bisa. Karena momennya pas hari Sabtu, suami libur kerja, jadi bisa stand by jagain Mufi, sayapun memutuskan nonton sendiri. Hitung-hitung ini hadiah kecil sebagai pelipur penatnya kerjaan domestik.

Bagaimana reaksimu jika tiba-tiba ada seorang perempuan yang mengaku sebagai istrimu dari masa depan? Kaget dan bingung, itu pasti. Itulah yang dialami oleh Jonathan (Dion Wiyoko), ketika bangun tidur ia dikagetkan dengan kehadiran seorang perempuan yang bernama Sore (Sheila Dara) mengaku sebagai istrinya dari masa depan.

Selama nonton film ini saya dibuat sangat fokus dengan semua yang ada di layar. Entah apa yang sedang ingin diberikan oleh film ini kepada penontonnya. Rasanya emosi dan perhatian saya diikat. Di bawa pada sebuah suasana yang lembut, indah, tenang, manis, sedih dan terharu. 

Premis sederhana tentang keinginan mengubah kebiasaan orang tersayang jadi makin detail dan membuat saya sadar serta setuju. Bahwa kita memang tidak bisa mengubah orang lain, hanya orang itu sendiri yang bisa mengubah dirinya.

Film garapan Yandi Laurens ini benar-benar menyita perhatian saya di setiap adegannya. Berlatar di sebuah tempat mungil bernama Kroasia, suasana yang dihadirkan dalam film terasa menawan. Di tengah-tengah menonton film, saya sempat berkontemplasi sebentar. Kalau semua orang punya kesempatan bertemu Sore-nya masing-masing, kayaknya seru juga ya bisa memperbaiki hidup. Padahal jadi Sore itu berat dan capek banget.

Ada tiga hal yang tidak bisa diubah, masa lalu, rasa sakit dan kematian.

Perasaan saya benar-benar dibuat mix feeling ketika Sheila memerankan Sore dengan tengilnya. Sekaligus lelahnya berjuang berusaha memperbaiki hidup pasangannya di masa lalu. Ikut ngos-ngosan tiap kali Sore bilang, "harus mulai dari awal lagi ya.."

Saya meyakini bahwa masa lalu sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Seperti kehidupan Jonathan digambarkan tidak pernah lepas dari trauma masa kecilnya. Ketika sang ayah pergi meninggalkan keluarga dan itu jadi lubang yang tidak pernah tertutup di dalam hati Jonathan sampai dewasa.

Kalau waktu bisa diulang harusnya papa tidak bertemu mama.

Waktu scene ini rasanya bisa nembus banget ke hati saya. Sebagai anak dari keluarga divorce saya sering berandai-andai tentang banyak hal. Tapi tidak pernah terpikirkan tentang bagaimana jika orang tua saya tidak pernah bertemu dan menjadi pasangan?

Hanya dengan satu kalimat, emosi saya dibuat meledak. Membayangkan betapa menyakitkannya jadi Jonathan, Kakak dan Mamanya itu. Saya heran bagaimana kalimat itu begitu magis menghujam hati saya. Ingin ikut menangis dan berteriak meluapkan kemarahan.

Sampai di adegan berikutnya Sore mengatakan kalimat yang lebih magis.

Kamu bilang papa milih orang lain daripada kamu, tapi kamu juga nggak memilih diri sendiri tahu? Kasian kamunya!

Wah kalimat itu rasanya kayak duar!!!

Bikin saya mengangguk setuju. Iya ya? Memang menyakitkan. Tapi akan lebih menyakitkan jika hidup selalu memikirkan tentang itu. Tidak beranjak memilih diri sendiri dan terus berjalan ke arah yang lebih baik. Seolah Sore ngomong ke kita semua kalau kita hanya perlu memilih diri sendiri, supaya bisa bahagia seutuhnya.

Seperti judulnya, Istri dari Masa Depan. Tentu saja saya merasa relate sebagai perempuan yang sudah menikah. Tapi getir membayangkan jika orang yang jadi teman hidup kita, yang sudah terlanjur kita cintai itu, pergi terlalu cepat. Rasanya sesak sekali membayangkan kemungkinan menyakitkan itu. Emosi saya dibuat khawatir, marah, greget, tapi filmnya belum ending.

Dan satu adegan yang membuat saya benar-benar relate bahkan sampai meneteskan air mata adalah...

Jo : Pernikahan kita tuh bahagia banget ya?

Sore : Hmm kita malah sering berantem sih. Setiap kita habis berantem, aku selalu mikir kenapa ya aku nikahnya sama kamu. Tapi kalau situasi mulai baik, kita tuh saling peduli, mulai saling memahami apa yang dirasakan masing-masing. Gak mikirin salah benernya dulu. Kayaknya walaupun diulang ratusan kali, aku tetap milih kamu.

Kebetulan beberapa hari yang lalu saya sempat ada debat kecil sama suami. Sempat bersitegang. Tapi saat bangun tidur, saya mendapati suami mengerjakan semua pekerjaan domestik sebelum berangkat kerja. Hati saya rasanya rapuh, kemudian tanpa berkata-kata. Saya segera menyiapkan diri, mandi dan sarapan supaya bisa langsung handle anak. Suami berangkat kerja agak buru-buru dan saya sempatnya mewadahi bekal untuknya.

Ketika itu, hati saya terasa hangat. Ada gelagat luluh juga dari wajah suami ketika menerima bekal dari saya. Ketika siang, saya kirim pesan minta maaf. Suami saya juga balas meminta maaf. Lalu berterima kasih atas bekalnya. Hati saya sangat hangat. Kalimat Jo dan Sore di atas benar-benar relate buat saya. Seberapa sering saya bertanya mengapa menikahi suami saya ketika marah, jawabannya ada ketika sudah mulai berbaikan. Ternyata meski diulang ratusan kali, tetap milih suami yang sekarang.

Hal magis dari Film Sore: Istri dari Masa Depan ternyata belum habis. Saya heran betul bagaimana Yandy laurens memasukkan pesan-pesan perubahan iklim menyatu dengan kisah dramatis nan romantis ini. Latar belakang Jonathan sebagai fotografer juga sangat berkesan buat saya. Bahkan ada yang komentar ini jadi bagian yang cukup menarik.

"Di masa depan kita gak hanya kehilangan kehidupan, tapi juga keindahan. Orang gak akan berubah karena rasa takut, tapi karena dicintai."

Makin mendekati akhir film pokoknya dibuat merinding dan mix feeling banget. Kayak nggak bisa berhenti kagum sama film ini. Keren pol. Ditambah pengalaman menonton di bioskop benar-benar tak tergantikan untuk menikmati suguhan sinematografi yang legit.

Sebagai pamungkasnya, benak kita akan terngiang dengan Soundtrack-nya dari Barasuara berjudul Terbuang dalam Waktu. Sampai ada yang bilang "kayaknya memang ada lagu yang sudah berjodoh dengan sebuah film." Ya seperti Film Sore: Istri dari Masa depan dan lagu Terbuang dalam Waktu ini.

Sekali lagi kenapa film ini ajaib? Film yang tokohnya sangat sedikit tapi bisa menyita perhatian kita dari awal sampai akhir. Film yang nggak jualan kesedihan lewat soundtracknya, tapi bikin emosi kita terikat. Fokus banget sama tokoh utamanya.

Saya nggak tahu review ini spoiler atau tidak. Tapi yang jelas Film Sore: Istri dari Masa Depan sangat saya rekomendasikan buat ditonton. Tonton sekarang di bioskop dan rasanya bagaimana sensasinya menonton film ini. Ada banyak pesan dari relasi pasangan yang terasa dekat dan menyadarkan kita tentang hal-hal sederhana. Sederhana tapi mahal. Ah entahlah...


Judul Film : Sore: Istri dari Masa Depan

Pemain : Dion Wiyoko, Sheila Dara, Mathias Muchus, Maya Hasan

Sutradara : Yandy Laurens

Rating IMDb : 8,7/10

Tahun Rilis : 10 Juli 2025



0 Response to "Review Film Sore: Istri dari Masa Depan, Kisah Cinta Lintas Waktu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel