Review 7 Taste of Love: Cinta, Masakan Jepang, dan Tujuh Rasa Kehidupan
Waktu melihat sampul novel & Tste of Love ekspektasi saya isinya soal perjalanan menemukan citarasa lezat makanan Jepang yang dibarengi dengan penemuan cinta yang manis. Tapi begitu membaca keseluruhan isinya novel ini benar-benar paket komplit yang berkesan.
Sejak awal membaca prolognya saya dibuat terus penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Berita baiknya, banyak prediksi saya yang meleset. Tentu ini sangat menarik. Berarti ceritanya unik dan tidak mudah ditebak.
Novel 7 Taste of Love menceritakan kehidupan Kiriko, seorang perempuan berusia 27 tahun, sekaligus sebagai narator utama. Membaca novel ini seperti mengikuti arus air dari hulu ke hilir dengan lembut. Banyak kejutan-kejutan yang tidak pernah terduga.
Dalam artikel ini, saya ingin membuat review yang minim spoiler. *semoga saya bisa walaupun tidak yakin. Karena saya mendapatkan pengalaman yang mengasyikkan ketika membaca novel ini sehingga saya ingin kalian juga mendapatkan pengalaman yang maksimal.
Kiriko bekerja sebagai staf dapur di sebuah Panti Lansia. Ia merahasiakan pekerjaan ini dari suaminya. Diam-diam Kiriko menemukan kecintaannya pada dunia memasak. Karena memasak mengingatkannya pada mendiang neneknya.
Saya bisa relate dengan menu-menu yang disajikan oleh nenek. Karena saya menjalani masa kecil bersama nenek. Rindu terhadap menu sederhana buatan nenek adalah rindu paling tak terdefinisi karena kadang kita tidak menemukan rasa yang sama lagi. Meski sudah berkali-kali mencoba resepnya.
Tapi anehnya kerinduan semacam itu justru menghangatkan hati. Pertanda kita sangat menghargai jerih payah nenek pada masa itu. Setiap masakan yang diupayakan dengan maksimal adalah cinta yang tak terhingga dari nenek. Sampai kapanpun akan selalu mendapat tempat spesial di hati cucunya.
Novel ini benar-benar memberikan lapisan cerita yang legit. Banyak isu yang berusaha ditampilkan. Saya terkesan dengan beberapa isu di bawah ini.
Insecurity
Kiriko punya big insecurity dalam hidupnya. Makanya dia merahasiakan pekerjaannya. Bahkan dia menutupi wajahnya dengan masker dan kacamata hitam sepanjang hari. Ia menyukai pekerjaan yang minim interaksi dengan manusia.
Kiriko punya banyak trauma karena wajahnya. Ia berniat untuk melakukan operasi wajah. Sepertinya Kiriko ini introvert karena dia juga kesulitan bersosialisasi.
Tokoh lain seperti Mugi-Chan dan Keichii-san juga digambarkan punya insecurity terbesarnya. Sampai-sampai mereka terjebak pada hubungan yang toksik. Isu insecurity dalam novel ini layak jadi bahan kontemplasi. Waktu membacanya saya banyak tersadarkan akan hal-hal kecil yang memicu insecurity. Bahkan terkadang apa yang kita pandang sebagai kelebihan seseorang, justru itu jadi insecurity terbesarnya. Seperti pepatah Jawa yang mengatakan hidup itu sawang sinawang.
Relasi dalam Pernikahan
Lewat novel 7 Taste of Love kita belajar banyak tentang relasi pernikahan. Terutama dalam pernikahan Kiriko dan Keichii. Mereka terlihat seperti pasangan sempurna, tapi di dalamnya sangat rapuh dan tidak seindah tampilan luarnya. Saya percaya bahwa hubungan yang setara akan membahagiakan kedua belah pihak. Tapi antara Kiriko dan Keichii sepertinya tidak terbangun relasi setara. Salah satunya mengontrol yang lain. Sehingga selalu ada yang tertahan dan kelak jadi bom waktu.
Kehidupan pernikahan seringkali jadi tempat tumpahnya rahasia terbesarnya individu. Sebenarnya tidak ada yang salah. Tapi tentu saja harus ada kejujuran murni diantara keduanya. Mengakui bahwa bagian itu memang menjadi kelemahan. Kalau masih bersikeras dan saling menyalahkan yang ada hanyalah bersitegang terus.
Dari rumah tangga Harue kita belajar tentang pernikahan yang sangat toksik. Gambaran mokondonya sangat kuat sekali. Kalau kalian belum menikah dan membaca bagian ini, bisa jadi pelajaran sekali.
"Terus terang saja, dia itu berengsek.Walaupun bukan yang seperti penjahat, dia adalah orang berengsek yang karena kemalasannya malah membawa kami semua ke arah yang buruk secara perlahan"-- 262
Persahabatan yang Hangat
Jujur hati saya terasa hangat ketika membaca kisah persahabatan yang bermula dari rasa benci. Itu yang terjadi pada Sumida dan Kiriko. Kemudian Mugi-chan dan Kiriko yang tadinya perang dingin kembali hangat lagi. Walaupun harus dipecahkan dengan cekcok dulu, tapi itu jadi titik balik mereka saling peduli melebihi apapun. Mengajarkan kepada kita bahwa tidak selamanya konflik itu menghancurkan. Malah bisa jadi menguatkan.
Persahabatan unik antara Kiriko dan Sajita san menjadi daya tarik tersendiri dari novel ini. Kita akan diajak tawar menawar lagi tentang bisakah laki-laki dan perempuan menjalin hubungan persahabatan yang murni? Apalagi perbedaan usia mereka cukup jauh hingga 50 tahun. Terasa sangat asing bagi saya. Tapi entah kenapa saya selalu senyum-senyum sendiri ketika membacanya.
"Kalau saja bisa bertemu 50 tahun lebih cepat, ya."-- 333
Bagian itu benar-benar jadi pengalaman membaca yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya.
Masakan Jepang Yang Penuh Cita Rasa
Novel ini terdiri dari tujuh bagian yang setiap bagiannya dinamakan dengan suatu hidangan yang membawa kisah-kisah unik. Setiap hidangan seperti punya makna yang mendalam bagi yang menikmatinya. Nggak heran banyak pembaca Jepang yang bilang kalau baca novel ini jadi bikin lapar. Sebagai pembaca Indonesia saya tetap bisa menikmati penjelasan teknik soal masakan Jepang. Itu jadi pengetahuan baru buat saya.
Saya jadi membayangkan kalau ada novel serupa tapi dengan masakan khas Indonesia. Wah sepertinya seru sekali. Misalnya soto yang disajikan dalam keadaan kita sedang sedih, lalu dibumbui dengan cerita-cerita kehidupan. Atau ada ketoprak yang disajikan untuk menyambut seseorang yang baru pergi dari masalahnya. Gurih sekali rasanya.
Gambaran Izakaya Yabu Hebi, sebuah restoran sederhana yang menjadi latar penting dalam novel ini benar-benar membuat saya terkesan. Cerita-cerita di dalamnya lebih dari sekadar restoran legendaris, tapi tentang perempuan yang terus berdaya dari hari ke hari. Hingga Yabu Hebi bukan saja menyajikan makanan, tapi menyajikan semangat hidup bagi yang datang.
"Hanya ada satu tempat istimewa yang akan membuatmu menikmati sebuah rasa istimewa. Kau menikmatinya bukan dengan hidung, telinga, ataupun mata. Bukan pula dengan tangan dan lidahmu, tapi selain itu. Rasanya seperti sebuah teka-teki."
Relasi Anak dan Orangtua
Novel ini benar-benar punya banyak lapisan yang menarik. Perasaan saya selalu hangat ketika membaca kisah Kiriko yang menceritakan sosok nenek dan ibunya. Ada istilah unik yang saya dapatkan tentang perceraian setelah kematian. Ketika seseorang ditinggal pasangannya meninggal, orang itu boleh mengajukan perceraian. Uniknya, perceraian ini bukan bermaksud buruk. Melainkan untuk membebaskan orang tadi untuk melanjutkan hidupnya. Supaya tidak terbebani dengan keluarga mendiang pasangannya.
Relasi Keichii-san dengan ibunya juga sangat unik. Pesan pengasuhan yang otoriter telah banyak berpengaruh pada kepribadian Keichii-san yang berkarir sebagai pustakawan itu.
Kemudian relasi Shotaro-kun yang berusia 10 tahun dan orangtuanya yang bercerai. Sangat unik sekali karena Shotaro-kun punya pemikiran jauh lebih dewasa dari bocah seumurannya.
Novel 7 Taste of Love, Worth it Dibaca?
Novel ini benar-benar menakjubkan, karena sangat worth it dibaca siapapun. Lapisan ceritanya banyak dan segar sekali. Banyak citarasa kehidupan yang disajikan lewat tujuh menu unik di dalamnya. Banyak sudut pandang baru yang perlahan muncul lewat ceritanya yang benar-benar mengalir seperti air.
Judul Novel : 7 Taste of Love
Penulis : Toko Koyanaga
Penerjemah: Clara Canceriana
Penerbit : Baca
Tebal : 349
Tahun Terbit : 2021
Pereview : Ririn Erviana
0 Response to "Review 7 Taste of Love: Cinta, Masakan Jepang, dan Tujuh Rasa Kehidupan"
Post a Comment