Pengalaman Pertama Ikut Quickcount Kompas



Pasca pemilu jagat sosmed kita diriuhkan dengan angka-angka persenan hasil Quickcount. Entah kenapa aku merasa Quickcount kali ini benar-benar jadi sorotan nitizen. Pasalnya mereka merasa lembaga survei telah memanipulasi data, karena menurut pandangan mereka paslon yang mereka dukung semestinya lebih unggul. Tapi nyatanya hasil survei memberi informasi yang sebaliknya.

Lalu berbagai meme dan sindiran terhadap lembaga survei maupun media yang menampilkan Quickcountpun bertebaran. Bahkan adapula aksi mematikan TV sebagai bentuk pemboikotan media. Tapi bagi aku, “Yaudahlah ya jalanin aja,” (Pakai gaya ngomong Dewi pas niruin dubbing video KKN).

Aku hanya ingin cerita saja tentang pengalamanku menjadi surveyor salah satu lembaga survei. Yah sebut saja Kompas. Bermula dari keinginanku ketika melihat salah satu kawan Persma yang di Palembang melakoni survei sampai luar Kota. Saat itu dia ditugaskan untuk survei ke Bengkulu. Melihatnya berjuang ke Bengkulu rasanya aku ingin juga seperti itu. Karena aku pengen banget pergi ke Bengkulu, tapi saat itu kawanku bukan surveyor untuk Quickcount melainkan sebelum pilpres, ya bisa dibilang survei elektabilitaslah.

Setelah itu aku buat story wasap tentang keinginanku ikut survei. Kemudian salah satu kawan di Aliansi Pers Lampung komen dan menawari kalau nanti ada survei lagi aku bakal di ajak. Namanya Mbak Faiza. Dia adalah Ex-Pemum di Persma Teknokra Unila. Dulu kami sama-sama menjabat pada satu periode, walaupun aku demisioner dulun sih.

Begitu mendekati pemilu, Mbak Faiza mengabariku tentang survei. Tapi bukan dari Kompas, melainkan lembaga SMRC dengan lokasi tugas di Pesawaran. Aku langsung menelan ludah. “Hmm jauh juga ya, tapi kalau nggak jauh mah nggak menantang,” Begitu batinku. Akhirnya akupun menyetujui ikut survei di Lembaga SMRC.

Aku diminta melengkapi persyaratan surveyor kemudian masuk di grup wasap. Namun mendekati hari dimana kita akan briefing. Tiba-tiba Mbak Faiza mengabari kalau aku mendingan cancel aja di SMRC, soalnya di Kompas ada surveyor yang mengundurkan diri. Rasanya senang membayangkan honor yang lebih besar, karena Kompas kan lembaga yang lebih besar. Tapi merasa nggak enak aja mengcancel yangdi SMRC, pasti koordinatornya nanti bakal bingung nyari penggantiku. 

Tapi akhirnya aku tetap memilih berpindah ke kompas. Aku resmi jadi surveyor Kompas setelah dimasukkan grup oleh Mbak Faiza, yang tidak lain adalah koordinator lapangan ku. selanjutnya aku harus datang ke Bandar Lampung hari Minggu, 14 April 2019 pukul 17.00 WIB untuk briefing. Batinku “Gilak briefing jam segitu bakal kelar jam berapa ntar, mana jarak Metro-Balam kan dua jam,” Batinku.

Tapi aku agak tenang mengingat ada anak Kronika yang juga jadi surveyor Kompas, Si Momo. Langsung saja aku menghubungi dia untuk diajak bareng. Lumayan kan naik motor daripada aku musti naik bus dari Metro-Balam. Malangnya, ternyata briefing dibagi jadi dua waktu dan aku sama Momo nggak bareng. Hasshh sialan. 

Akhirnya akupun harus berjuang sendiri mulai berangkat dari Metro naik Bus ke Balam, sampai terminal naik Ojek Online sampai ke Hotel POP Bandar Lampung, tempat briefingnya. Sejauh ini masih tetap seru sih, karena aku menanamkan mindset, santai saja, anggap ini jalan-jalan yang dibayar. Hahahha.

Sesampai hotel aku langsung masuk dan bertanya ke reseosionis dimana tempat briefing. Ruangan briefing  ternyata sudah ramai, aku sedikit telat sampai sana. Malu sih, tapi ya aku tetap pede aja. Mana orang Balam kan cuek-cuek, nggak ada yang nanyain aku atau apalah gitu. Aku langsung duduk dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tapi nggak menemukan Mbak Faiza. Cuma ada Mbak Retno dan Mbak Khorik disitu, mereka juga alumni teknokra yang aku kenal.

Setelah beberapa lama, Mbak Faiza pun datang. Kami mengobrol sebentar dan kemudian briefing dimulai. Sumpah bagi aku membingungkan banget. Mungkin karena ini pertama kalinya aku ikut jadi Quickcount. Aku menyimak penjelasan dengan cermat dan membaca panduan. Aku berusaha mengerti teknis-teknisnya waktu terjun ke lapangan nanti. Aku yakin ini nggak sesulit yang aku bayangkan.

Briefing dijeda untuk salat magrib dan makan. Di sinilah aku dapat kawan baru. Namanya si Sri, dia satu tim denganku. Masih semester 2 di UIN Raden Intan. Ternyata dia masih saudaranya Mbak Faiza. Batinku kok bisa anak semester bawah ikutan jadi surveyor kalau nggak ada kerabat. Kami ngobrol ngalor ngidul sampai makanan kami habis.

Briefing selesai sekitar pukul 22.00. sebenarnya aku bingung mau tidur dimana setelah itu, karena aku tahu pihak Kompas tidak memberi akomodasi berupa penginapan. Tapi dalam pikiranku Teknokra adalah destinasi yang paling memungkinkan untuk diinapi. Tanpa babibu aku langsung terima aja tawaran Mbak Tuti (Kawan PJTL pas di Medan + satu tim di Kompas ini) ketika dia menawariku nginep di Teknokra. Haha Akhirnya aku tidak jadi menggembel atau tidur di masjid. Hahaha.

Estimasiku senin pagi langsung pulang ke Metro karena mau revisi proposal dan mengerjakan banyak hal. tapi ternyata rangkaian survei dimulai senin itu juga, cek lapangan. Tambah pusing juga nih, memikirkan bagaimana caranya bisa sampai di lokasi survei dalam rentan waktu pukul 10.00-13.00. Beruntung aku punya koordinator lapangan yang bersedia meminjami motor buat ke sana. Thanks Mbak Faiza, ternyata dibalik sikap cueknya kamu baik banget.

Bukan cuma motor sih, helm sampai SIM pun aku pinjem hahahha nggak tahu diri bener. Aku berangkat cek lapangan bersama Sri, karena lokasi kami berdampingan cuma beda kecamatan. Sungguh kenekatan yang hakiki. 

Tapi alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Meskipun agak njelimet juga pas mencari TPS tempat bertugas, menemui KPPS dan PPS nya. Setelah itu kami akan mengonfirmasi data pemilih yang diberi Kompas sesuai dengan TPS tempat kami ditugaskan.  Sebagai buktinya kita akan diminta mengirimkan kontak KPPS dan PPS yang bisa dihubungi. Bisa menghabiskan waktu satu jam untuk membereskan itu semua.

Akhirnya, meskipun sedikit telat kami berhasil menyelesaikan cek lapangan dan langsung mengirim ke aplikasi ODK (Aplikasi data yang dipakai Kompas). Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 saat itu, aku berpikir akan kesorean sampai Bandar Lampung nanti, khawatir sudah tidak ada bus ke Metro. Tapi Sri mengajak mampir ke rumahnya, rasanya tidak enak juga menolak karena rumahnya dekat dengan lokasi TPS. 

Kamipun singgah ke rumah Sri untuk menunaikan salat zuhur dan beristirahat sebentar. Sri memasakkan aku mie kuah lengkap dengan telur setengah matang. Segera saja aku menandaskannya karena ingin segera berangkat ke Balam supaya tidak kesorean.
Di perjalanan pulang aku berusaha se-ngebut mungkin supaya waktu jadi efisien. Dan tiba-tiba saja hujan dengan lebatnya mengguyur kami. Tapi aku mengajak Sri untuk tetap menerjangnya demi memburu waktu. Aku berharap dia anak yang strong sehingga tidak mudah sakit terkena hujan. Hadeehhh serasa lengkap sekali perjuangan ini.

Sesampainya di Bandar Lampung pakaian kami basah kuyup, aku langsung minta anter ke terminal rajabasa dan tidak ikut mengembalikan motor ke tempat Mbak Faiza. Nggak enak sebenernya sama Mbak Faiza, tapi gimana khawatir nggak ada bus lagi kalau kesorean. Padahal di terminal masih ada bus yang belum berangkat. Tapi yaudahlah, toh Mbak Faiza nggak mempermasalahkannya.

Sampai Metro tepat saat adzan maghrib berkumandang. Langsung saja aku pesan ojek online menuju kosan. Setelah itu aku mandi salat, makan dan lanjut mengajar ngaji. Setelah Salat Isya aku pergi mengajar les privat. Hari itu aku bangga dengan kesibukanku, meskipun badan rasanya mau potel hahaha.

Paginya tanggal 16 April atau H-1 pesta demokrasi aku langsung pergi ke sekolah tempat penelitianku untuk minta data buat revisi proposalku. Tapi aku pulang membawa tangan kosong, kata Guru Mata Pelajarannya akan dikirim melalui email saja. Hadeehhhh. Padahal aku berharap hari itu bisa menyicil revisi supaya cepat pengesahan. Tapi yaudahlah ya jalanin ajah

Sepulang dari sekolah akupun langsung siap-siap on the way Bandar Lampung lagi. Karena aku akan menginap di rumah Sri supaya tidak kesiangan waktu survei besoknya. Pukul 12.30 WIB aku meminta Iffa buat nganter ke terminal, meskipun dia sering ngeluh dengan alasan buru-buru ke kampus mau riset. Tapi bodo amatlah, disogok thai tea palingan juga kelar. Hahhaha.

Sampai di Bandar Lampung sekitar pukul 14.20 WIB, aku janjian ketemu sama Sri di Terminal Kemiling. Turun dari bus langsung aku beralih ke angkot berwarna kuning tujuan Kemiling. Sampai di sana ternyata Sri belum datang. Katanya angkot yang ia tumpangi masih ngetem. Ia menyuruhku bersabar karena biasanya akan lama. 

Baiklah akupun memutuskan untuk menunggu di sebuah warung sembari menikmati semangkuk Mie Ayam. Aku bahkan menyempatkan mengedit proposal penelitianku. Sekitar satu jam aku menunggu akhirnya Sri datang juga. Dan tak lama kami menunggu, angkot menuju Kedondong, Pesawaran pun berangkat.

Ada hal unik ketika aku naik angkot ini, yaitu dalam kondisi penumpang yang melebihi kapasitas, ada seorang pemuda pengenakan seragam kerja minimarket tetap bermain game online. Saat itu angkot kamu bermuatan sekitar 18 orang. Gilak emang hahaha. Sampai kursi supir pun dipakai untuk dua orang. Dan semua orang itu menuju tempat yang sama, yaitu Kecamatan Kedondong. Bisa dibayangkan teman-teman, dengan waktu tempuh sekitar satu jam kami harus berada dalam angkot yang sumpek ini.

Tapi aku tak begitu mengeluh, menyadari bahwa ini bagian dari perjuangan. Aku justru menikmati kondisi ini. Menghabiskan sore hari dengan pemandangan perbukitan di Pesawaran. Yah meskipun tidak ada senja.

Sampai di rumah Sri jam setengah enam sore. Kami beristirahat untuk mempersiapkan pertempuran besok, 17 April 2019. Hari dimana kita akan mendapat pengalaman menjadi surveyor. Kami bagun pagi sekali, karena harus standby di TPS sebelum pukul 07.30, beruntung aku mendapat TPS yang mayoritas DPT (Daftar Pemilih Tetap)nya orang jawa, dan alhamdulillahnya enakan. Haha bukan bentuk deskriminasi ya, entah kenapa kalau sudah merasa satu suku jadi mudah saja kerja samanya.

Pengalaman pertama yang aku dapat ketika surveyor adalah menerima pahitnya penolakan responden. Se-begitu menyeramkannya bagi masyarakat gitu ya, ketika aku meminta mereka untuk diwawancara. 

Wawancara ini sebenarnya hanya memiliki aturan main sederhana, yaitu memilih responden dengan jenis kelain tertentu pada waktu tertentu. Misalnya antara pukul 08.30 sampai 09.00 kita hanya diperbolehkan mengambil responden berjenis kelamin laki-laki atau sebaliknya tergantung kode sampel yang diberikan pihak Kompas kepada kita.
Makanya ribet juga ketika yang ada di bilik suara laki-lakinya sedikit, dan begitu mereka keluar malah nolak diwawancara. Kan nyebelin, padahal waktunya cuma setengah jam. Itu memang tantangan tersendiri sih. Tapi setelah mendapat empat responden kami tidak perlu wawancara lagi. gampang-gampang susah sebenarnya hahaha.

Setelah itu aku pulang ke rumah Sri, menunggu waktu panitia melakukan perhitungan suara. Kami para surveyor akan menungguinya sampai selesai dan melaporkan hasilnya melalui aplikasi ODK. Saat itu sebenarnya aku masih bingun tentang aturan pelaporan untuk suara Pileg. Korlapku menyebutkan untuk memfoto seluruh kertas planonya yang berjumlah 16. Aku kan seumur hidup belum pernah yang namanya nyoblos, jadi yang mau dijelasin begimanapun kayaknya emang susah mudeng. Sampai Mbak Faiza ngejelasin tiga kali, entah kesel apa nggak dia hahaha. Tapi akhirnya setelah tiba perhitungan Pileg dan melihat kertas planonya aku mudeng apa yang akan dilaporkan.

Saat itu TPSku baru merampungkan perhitungan suara sekitar jam lima sore. Lumayanlah, dibanding yang lain bahkan ada yang sampai malam. Setidaknya panitia di TPS ku lebih mudah diajak bekerja sama. 

Setelah itu tugas sebagai surveyor selesai. Lega sekali rasanya. Aku sudah rindu Metro, ingin segera pulang dan menikmati makanan Metro, lebih tepatnya masakanku sendiri haha. Tapi dengan terpaksa aku harus menginap di Pesawaran semalam lagi.
Kali ini bergantian menginap di rumah Mbak Faiza. Dari sini aku jadi lebih banya tahu tentang Mbak Faiza. Karena sebelumnya dia hanya sebatas kawan di Aliansi Pers Mahasiswa. Aku juga menyadari dibalik sikapnya yang cuek dan suka ceplas-ceplos kalau ngomong, dia adalah sosok yang baik. Iyalah ngasih aku kerjaan, pinjeman motor dan ngasih tumpangan tidur hahaha. Semoga rezekinya selalu berkah ya Mbak, dan cicilannya segera lunas wkwkwk.

Besoknya kami memuaskan diri untuk bangun siang. Setelah rasa mager mulai reda kami siap-siap balik ke Balam. Sebelum balik ke Balam ini aku bingung karena Mbak Faiza Cuma bawa helm satu. Takutnya ada polisi nanti kena tilang. Akhirnya kakek Mbak Faiza meminjamiku helm jadul yang bentuknya lucu banget. Hahaa bodo amatlah yang penting bisa pulang.

Sesampainya di Bandar Lampung aku nggak langsung ke terminal, Mbak Faiza ngajakin mampir ke Teknokra dulu. Meskipun sebenarnya aku sudah kebelet pulang. Tapi yaudahlah nggak enak mau nolak. Di sana udah ada temennya Mbak Faiza, si Mbak Khorik (dia juga sama-sama jadi korlap surveyor Kompas) sama Mbak Tuti temen PJTL sekaligus penghuni tetap sekret Teknokra. Hehe. 

Tidak lama kemudian Mbak Retno datang (dia Korlap juga). Dan akhirnya aku mendengarkan mereka bertiga menceritakan keluh kesah meladeni surveyor mereka yang bikin kesel. Tak tanggung-tanggung akupun mendengar umpatan dan pisuhan mereka tanpa sensor. Wkwkwk gila ya asik banget kalau bisa misuh dengan puas gitu.
Setelah itu, aku memutuskan untuk pamit pulang. Keluar dari Graha kemahasiswaan Unila dan memesan ojek online menuju Terminal Induk Rajabasa. Kembali Ke Metro. Membayar kelelahan perjalanan yang penuh dengan pengalaman. Sekian 
Pas Briefing di Hotel Pop Bandar Lampung
Angkot yang melebihi kapasitas
Helm jadul pinjeman kakek mbak faiza

0 Response to "Pengalaman Pertama Ikut Quickcount Kompas"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel