Eyang Uti dengan Segala Kearifannya

"Hampa hidupku tanpa mamak." Ucapku saat pagi dan mendengar Baby Mufi menangis mencari asi. Sementara aku belum bisa menggendongnya. Menyusuinya masih penuh keraguan karena payudaraku terasa sangat perih dan sakit tiap kali Baby Mufi menyusu.

Sudah sampai rumahpun, Baby Mufi kembali menangis mencari asi. Aku sendiri kebingungan. Aku masih bertanya sama mamak yang masih dalam perjalanan. "Berapa lama lagi akan sampai?"

Sekitar pukul 12.00 mamak sampai Metro. Beliau menyarankan untuk beli susu formula dulu sambil menunggu asiku keluar. Aku sendiri sudah pasrah dengan situasi ini jadi mengiyakan saja. Setelah susu formula terbeli baby Mufi tidak menangis lagi. 

Sementara aku masih berjuang bagaimana mengeluarkan asi. Jahitanku masih terasa sangat perih. Dan ternyata ambeienku juga sakit sekali. Aku kesulitan duduk. 

Singkat cerita hari kedua pasca melahirkan asiku sudah mulai keluar. Baby Mufi sangat senang menyusu. Dia sudah pandai sekali menghisap. Tapi aku masih sangat kesakitan. Aku juga sangat kesulitan duduk karena ambeien dan jahitanku yang masih terasa sangat sakit. Belum lagi payudaraku juga sakit sekali ketika Baby Mufi menyusu. Katanya karena lidah bayi baru lahir memang kasar.

Semenjak mamak datang urusan bayi di handle sama mamak semua. Setiap malam mamak yang begadang. Sementara aku diminta tidur. Ketika aku sulit dibangunkan, Baby Mufi diberi sufor oleh mamak. Mamak begitu karena sepertinya dia sangat kasian denganku. 

Sebelumnya aku tidak pernah merasa begitu sentimentil dengan perlakuan mamak ke aku. Karen sebagai anak pertama aku jarang bermanja dengan mamak. Aku bahkan sering malu kalau mamak menciumku. Tapi momen setelah melahirkan ini benar-benar membuatku merasa seperti anak kecil yang baru punya anak juga. Ternyata memang benar kalimat. "Setelah jadi ibu, kita masih butuh ibu."

Hari ketiga pasca melahirkan aku dan Baby Mufi harus check up ke bidan. Baby Mufi juga harus skrining SHK dan golongan darah. Aku berangkat ke bidan Kiswari ditemani mamak. Karena suami harus pergi bekerja. Dia berencana mengambil cutinya waktu acara akikahan. 

Check up kali ini aku tidak diperiksa jahitannya. Tapi aku minta diresepkan obat untuk ambeienku yang memang sangat mengganggu ini. Setelah selesai aku diminta datang Check Up lagi dihari ke-tujuh. 

Hari-hari berjalan seperti biasanya. Kalau aku kesakitan dan terasa berat menyusui. Baby Mufi akan diberi sufor oleh mamak. Hingga tiba saatnya check up lagi. Setelah memeriksa jahitan Mbak Bidan bilang jahitanku mengalami keterlambatan sembuh. Artinya aku masih banyak PR. Dia juga memeriksa payudaraku yang ternyata bengkak. 

Baby Mufi diperiksa perutnya kembung. Itu katanya karena asi bercampur sufor. Mbak Bidan juga menanyakan apa yang saya makan. Ternyata menu yang saya makan seperti sayur bening itu membuat luka jahitan tidak kunjung sembuh. Maklum mamak masih melarangku makan ini dan itu. Mbak Bidan lalu menjelaskan kalau aku boleh makan apa saja. Karena kalau dipantang malah asupan giziku kurang dan luka jahitanku jadi lama sembuhnya.

Di akhir konsultasi Mbak Bidan menyampaikan kondisi baby blues yang sering dialami perempuan setelah melahirkan. Entah kenapa mendengar itu tiba-tiba saja air mataku mengalir. Lalu Mbak Bidan mendeteksi adanya indikasi baby blues. Padahal sebelumnya aku merasa sangat bersyukur karena punya support system seperti sekarang. Nyatanya aku tetap ada indikasi baby blues. Mbak Bidan juga menawarkan konsultasi yang membuatku nyaman sekaligus memegang tanganku. 

Mamak yang sedari tadi berada disampingku ikut menangis dan sedikit grusa-grusu dengan keadaanku yang dijelaskan Mbak Bidan. Ketika anakku menangis. Aku berusaha menyusuinya meski masih kesakitan dan rasa sedihku makin menjadi-jadi. Apalagi mamak selalu membandingkan aku dengan orang lain yang lebih cepat sembuh. Aku jengkel sekali.

Hari itu harusnya Baby Mufi mendapat imunisasi HB0 tapi di Bidan Kiswari ternyata kosong. Akupun diminta mencarinya di tempat lain. Suamiku menghubungi temannya yang bekerja di puskesmas untuk menanyakan adanya ketersediaan imunisasi HB0 ini. Kamipun menuju puskesmas. Setelah urusan imunisasi selesai. Kami pulang ke rumah.

Sampai rumah mamak masih terus membahas tentang kondisiku yang banyak PR-nya. Aku jadi jengkel sekali. Aku marah. Aku teriak di depan mamak. Mamak mengancam kalau aku tidak berusaha sembuh akan membawa Baby Mufi pulang bersamanya. Aku makin emosi. Sampai ibu mertuaku juga ikut menenangkan. Rasanya aku jengkel sekali waktu itu. Aku bilang ke mamak untuk pulang saja. Karena aku lelah selalu dibanding-bandingkan. Apalagi mamak juga terus memintaku minum jamu pahitan. Melakukan ini itu yang sebenarnya tidak disarankan bidan. Aku merasa lelah sekali melakukan sesuatu yang membuatku tidak nyaman seperti itu.

Ketika Baby Mufi menangis mamak langsung memberikannya padaku tanpa membantuku pelekatan menyusui seperti biasa. Aku merasa tambah sedih sekali. Rasanya sangat mix feeling waktu itu. Suamiku berusaha menghiburku. Memintaku untuk beli makanan apa saja supaya aku merasa baikan. Aku memesan ayam bakar kesukaanku di aplikasi ojek online. 

Dia terus menyemangati dan memintaku untuk sabar dengan kondisi ini. Dia juga membelikanku pil gabus supaya penyembuhan lukaku makin cepat. Aku juga rasanya sangat stress harus minum banyak obat. Ternyata aku juga alergi dengan antibiotik yang diresepkan untukku. Minggu-minggu pertama ini menjadi sangat berat bagiku. 

Esok harinya adalah acara tasyakuran dan akikah Baby Mufi. Mamak sudah mulai stabil. Aku juga begitu. Mungkin karena aku sudah minum pil gabus dan suamiku juga terus memberikan semangat. Baby Mufi sudah tidak minum sufor lagi semenjak Mbak Bidan melarang kami memberikan sufor. 

Aku berusaha mengasihi Baby Mufi semaksimal mungkin. Bahkan melakukan pumping untuk stok asi Baby Mufi. Kalau malam mamak akan mengambil stok ASI pumping itu ketika ia tidak tega membangunkanku. Setiap melihatku kesakitan saat menyusui mamak memelukku. Dia seperti akan menangis karena melihatku tidak nyaman. Mamak itu The Good Bad Mother buat aku. Kadang saran dan perilakunya menyakitkan buat aku tapi itu karena dia sangat sayang padaku.

Aku juga sudah tidak diminta makan sayur bening terus. Makanku sudah semakin enak karena tidak memantang makanan seperti sebelumnya. Lukaku semakin berkurang rasa sakitnya. Aku juga makin nyaman menyusui. Makin pintar memompa asi. Dan setiap malam mamak masih selalu begadang untuk Baby Mufi.

Sampai ketika mamak harus segera pulang karena Mbok'e sedang sakit. Mamak merawatku di Metro juga mengorbankan waktu. Karena dia meninggalkan Mbok'e yang sangat membutuhkan perhatiannya juga. Mamak pulang dan aku belum banyak belajar tentang merawat Baby Mufi. 

Ketika aku menulis ini, aku baru saja begadang untuk pertama kali bersama suami. Karena selama 15 hari Baby Mufi selalu dirawat oleh eyang utinya. Oleh mamakku yang merasa sangat bahagia mendapatkan cucu pertama. Setiap aku mengeluh tentang proses ini, mamak selalu bilang. "Wajar begitu, karena kamu waktu bayi juga begitu."

Mungkin dia selalu mengingatku saat aku bayi. Dan Baby Mufi mengingatkannya pada kondisi saat baru saja melahirkan aku. Pagi ini mamak langsung menelpon "Gimana semalam Baby Mufi begadang tidak?"

Ditanya begitu aku ingin langsung menangis. Aku sangat kesulitan menghadapi Baby Mufi semalam. Dia selalu ingin menyusu dan enggan memejamkan mata. Aku dan suami sampai kewalahan. Tapi durasi waktu Baby Mufi begadang kali ini sebenarnya belum sebanding dengan begadangnya mamak waktu merawat Baby Mufi. Ah aku memang cengeng sekali. Maafkan bunda ya nak, yang selalu mengeluh ini. Maafkan aku ya mak, yang masih belum bisa mandiri. :(

0 Response to "Eyang Uti dengan Segala Kearifannya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel