Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas Karya J.S. Khairen, Kritik Pedas Dunia Perkuliahan
Mungkin sudah lima bulan semenjak Novel Kami (Bukan) Sarjana Kerta Karya J.S Khairen ini saya pinjam dari Mbak Luckty, tapi baru sempat mengkhatamkannya. Awalnya saya ingin meminjam yang judulnya Kami (Bukan) Jongos Berdasi. Tapi Mbak Luckty menyarankan lebih baik membawa yang Kami (Bukan) Sarjana Kertas dulu saja karena akan lebih nyambung nantinya.
Walaupun agak ragu karena sudah tidak menjalani masa-masa jadi mahasiswa tapi novel 388 ini sungguh menampar realita yang ada.
Review Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas
Novel ini mengisahkan delapan tokoh utamanya yang terdiri dari Ogi, Randi, Arko, Gala, Juwisa, Sania, Cathrine (mahasiswa UDEL) dan Lira (Dosen). Universitas Daulat Eka Laksana (UDEL) sebuah kampus problematik yang dijadikan latar penulis untuk mengisahkan ketujuh mahasiswa dan memberikan pada pembaca gambaran nyata dunia perkuliahan. Sementara Lira digambarkan sebagai dosen visioner yang sangat peduli pada mahasiswanya.
Penulis mengisahkan ketujuh tokoh itu dengan gejolak hidupnya masing-masing. Semua tokohnya hampir memiliki porsi kisah yang sama. Tidak ada yang mendominasi. Mungkin hanya Catherine dan Lira yang tidak begitu banyak dikupas kehidupannya.
Ogi sebagai anak tukang tambal ban dikupas habis hidupnya yang berada di garis kemiskinan. Kuliah nyatanya juga bukan jawaban untuk memutus rantai kemiskinan keluarganya, apalagi jika ternyata otaknya tidak mampu mencerna materi-materi perkuliahan di jurusan Komunikasi.
Randi atau Ranjau digambarkan berasal dari keluarga yang berkecukupan meski tidak kaya-raya. Punya otak yang memadai untuk menerima materi perkuliahan. Toh, hidupnya juga tidak semulus jalan tol ketika ia menuntaskan pendidikan sarjananya selama tiga setengah tahun.
Arko, sebagai anak yang berasal dari kampung terdalam menemukan passionnya sebagai fotografer meski ia jadi yang paling telat lulus di antara teman-temannya. Sementara Gala yang sejak awal punya masalah cukup serius karena kontrol orangtuanya yang punya banyak ekspektasi pada hidupnya, malah memilih jalan paling plotwist dalam karirnya.
Kisah dari masing-masing tokohnya benar-benar menggambarkan bahwa selembar kertas ijazah tidak memberikan pengaruh apa-apa jika kenyataannya tidak ada skill yang dimiliki. Satu hal yang menurutku cukup unik dari novel ini adalah penulisannya yang to the point, tidak banyak menggunakan majas maupun metafora. Bahasanya benar-benar ringan dan mudah sekali dimengerti. Tipe novel yang cocok untuk semua kalangan. Ringan tapi tetap berbobot.
Ada puluhan kutipan yang bisa jadi bahan kontemplasi disetiap bagian cerita. Pertanda novel ini benar-benar penuh emosi dan siap jadi teman merenung. Ada bagian-bagian sarkas dan komedinya yang membuat kita seolah sedang mendengarkan cerita dari teman sendiri.
Kritik Dunia Kampus dan Perkuliahan
J.S Khairen melalui Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas memberikan kritik pedas pada dunia kampus dan perkuliahan. Melalui karakter dosen Sugiono ia berusaha menggambarkan realitas dunia kampus yang rumit. Dalam institusi perguruan tinggi itu, ternyata di dalamnya juga tidak terhindar dari praktik saling sikut demi keuntungan dan kenyamanan diri sendiri.
"Esensi universitas bukan hanya membangun intelektualitas. Tapi juga membangun jiwanya, mental pemimpinnya, kepekaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Bagaimana itu bisa terjadi, maka kita para pendidik lah yang harus ikut serta. Jangan sampai ada pula pendidik yang justru menghambat perkembangan, tidak peka pada kemajuan dan perubahan, mempersulit mahasiswa." Hlm 180
Karakter seperti Sugiono dan Jaharizal sudah pasti ada di semua universitas. Karakter semacam itu akan selalu berseteru dengan karakter Lira dan Areng Sukoco sebagai dosen muda yang punya kepekaan sebagai pendidik. Mungkin seperti itulah kehidupan, dimanapun kita hidup dan bekerja, selalu ada masalah atau duri yang harus dihadapi. Tugas kitalah yang harus jadi pribadi yang berintegritas dan tidak jadi duri di suatu tempat.
Kisah Satir Mahasiswa
Lewat karakter Sania dan Ogi penulis menggambarkan sisi gelap kehidupan mahasiswa. Dimana mereka belum tahu arah lurus kehidupan. Mereka terjerembab pada jurang yang dalam. Karakter semacam ini sudah pasti ada di semua universitas. Kisah mereka menambah citarasa pedas yang makin nampol dari novel ini.
Sementara melalui kisah Randi atau Ranjau, penulis berusaha membubuhkan kisah satir pada barisan mahasiswa rajin yang seringnya hanya peduli dengan diri sendiri. Sibuk belajar dan mengejar cumlaude demi meminta gaji fantastis waktu melamar kerja. Padahal realita dunia kerja tidak pernah sesederhana itu. Sangat menampar sekali.
Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas, Worth It Gak Sih?
Menurutku novel ini worth it banget dibaca terutama buat para mahasiswa. Atau kalian yang baru lulus kuliah. Banyak nilai semangat yang bisa kita dapatkan dari novel ini. Walaupun tergolong cukup tebal, tapi pemilihan diksinya tidak membuat pusing pembaca, jadi tidak perlu membutuhkan waktu lama sebenarnya untuk menuntaskan novel ini. Kalau kalian mau baca pastikan beli yang original jangan yang bajakan ya, klik di sini untuk beli novel originalnya! Kalau belum punya uang, mendin pinjem sama yang punya novelnya.
Judul Buku : Kami (Bukan) Sarjana Kertas
Penulis : J.S.Khairen
Penerbit : Grasindo
Tahun terbit : 2024
Tebal Halaman : 388 halaman
Pereview : Ririn Erviana
0 Response to "Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas Karya J.S. Khairen, Kritik Pedas Dunia Perkuliahan"
Post a Comment