Pentingnya Keterlibatan Sekolah dalam Isu Manajemen Kebersihan Menstruasi

Belakangan aku tertarik sekali dengan isu manajemen kebersihan menstruasi (MKM). Tepat setelah mengikuti workshop manajemen kebersihan menstruasi (MKM) di Jejaring AMPL, rasanya jadi makin terpanggil untuk menyuarakan pentingnya manajemen kebersihan menstruasi.

Setelah menulis beberapa refleksi akhirnya kepikiran untuk membagikan sedikit pengetahuan setelah ikut workshop ke teman mengajar di sekolah tempatku bekerja. Tidak disangka-sangka mereka menyambut baik inisiatifku ini.

Mungkin karena kepala sekolahnya perempuan jadi langsung bisa menangkap pentingnya keterlibatan sekolah dalam isu manajemen kebersihan menstruasi ini. saat itu, tanpa berlama-lama beliau memintaku membagikan sekelumit materi yang aku dapat dari workshop tentang isu manajemen kebersihan menstruasi.

“Miss ini nanti misternya diajak juga ya..?” Tanya beliau menjelang diskusi.

“Sebaiknya diajak saja miss, karena walaupun menstruasi hanya dialami perempuan, laki-laki pun harus paham tentang menstruasi.” Jawabku.

Jadilah, siang itu semua guru mengikuti diskusi tentang keterlibatan sekolah dalam isu manajemen kebersihan menstruasi. Aku sebagai pemantik diskusi sudah begitu semangat menyampaikan betapa pentingnya pengetahuan tentang menstruasi di pahami oleh siswa-siswa SD sampai SMP.

Pertama-tama tentu aku menyampaikan betapa pentingnya keterlibatan sekolah dalam isu manajemen kebersihan menstruasi. Semua warga sekolah juga harus punya jawaban yang sama ketika nantinya peserta didik bertanya seputar menstruasi.

Bukan tidak mungkin, mereka akan bertanya pada guru laki-laki juga. Sehingga guru laki-laki juga sudah semestinya mau belajar tentang manajemen kebersihan menstruasi. Belum lagi isu manajemen kebersihan menstruasi juga dapat disisipkan pada mata pelajaran, yang secara tidak langsung berkaitan dengan menstruasi.

Dalam materi workshop, pemateri juga menyampaikan bahwa isu manajemen kebersihan menstruasi dapat diselipkan pada mata pelajaran agama sebanyak 27%, pelajaran biologi sebanyak 26%, pelajaran bimbingan konseling sebanyak 35%, dalam program usaha kesehatan sekolah sebanyak 6 %, dan pada pelajaran penjaskes sebanyak 6 %.

Sebagai rumah kedua bagi peserta didik, sekolah mungkin akan menjadi sumber informasi utama tentang hal-hal semacam menstruasi dan mimpi basah. Hal ini dikarenakan, belum banyak orang tua yang menyampaikan secara detail tentang isu ini kepada anak mereka. sebab pengenalan tentang menstruasi dan mimpi basah masih dianggap tabu.

Jangan sampai peserta didik justru menggali informasi di tempat lain yang malah tidak dapat dipertanggungjawabkan atau malah menemukan yang tidak seharusnya.

Dengan segala fakta tersebut, tentu sekolah memiliki peranan penting. Juga dapat mengupayakan sarana pra sarana untuk mewujudkan ruang aman bagi mereka yang baru mengenal atau mengalami menstruasi. Di antaranya menyediakan kamar mandi yang dapat ditutup dan dikunci, akses air bersih, tersedia sabun dan kotak sampah tertutup di kamar mandi, cantolan dan pembalut pun semestinya tersedia di kamar mandi.

Karena, banyak kasus terjadi, anak perempuan merasa malu dilihat temannya apalagi yang laki-laki ketika tembus menstruasi. Sementara mereka juga belum paham betul mengenai siklus menstruasi sehingga terkadang salah mengira waktu menstruasi tiba.

Salah satu pemateri dalam workshop juga menyarankan sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk melacak siklus menstruasi. Namun, hal ini juga tentu salah belum sepenuhnya dapat direalisasikan. Mengingat tidak semua peserta didik memiliki gawai sendiri.

Acara diskusi siang itu sangat seru, guru-guru terlihat antusias, tak terkecuali guru laki-laki. Mereka akhirnya menyingkap kembali tabu menstruasi yang mungkin telah dipercaya selama ini, seperti minum soda dapat melancarkan menstruasi, makan ikan atau daging akan membuat darah menstruasi menjadi amis, sampai tidak boleh keramas dan memotong kuku.

Setelah membahas menstruasi panjang lebar, kami akhirnya teringat bahwa ternyata kami masih bingung bagaimana menjelaskan ciri-ciri mimpi basah kepada anak. Sebagai perempuan, meskipun geregetan, tetap saja aku juga tidak punya legitimasi menjelaskan itu.

Kemudian, para laki-laki pun bergiliran menyampaikan ide bagaimana menjelaskan mimpi basah kepada peserta didik. Di antaranya adalah mengenali air mani yang dikatakan mimpi basah tadi. Karena kalau kencing sudah jelas baunya pesing, sementara air mani memiliki bau yang berbeda.

Setelah diskusi berakhir, aku merasa puas akhirnya bisa membahas ini dengan guru-guru di sekolah. Karena mengenal diri sendiri sepertinya belum banyak diajarkan sekolah bahkan orang tua. Beruntung semua guru sudah setuju satu suara, bahwa persoalan menstruasi dan mimpi basah bukan lagi tabu.

Apalagi menstruasi akan berujung pada manajemen kebersihan diri nantinya, yang itu juga berpengaruh pada kesehatan. Ke depan mungkin akan lebih banyak hal yang dapat ditularkan kepada peserta didik seperti anjuran memakai pembalut dari kain dan menstrual cup yang dapat dipakai berulang-ulang.

Tentu semuanya akan butuh proses dan dukungan dari semua pihak termasuk orang tua. Semoga perjalanan-perjalanan kebaikan ini akan selalu menemukan haluannya dan ruang aman bagi anak dan perempuan juga akan terwujud.

See you...



0 Response to "Pentingnya Keterlibatan Sekolah dalam Isu Manajemen Kebersihan Menstruasi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel