Sekolah Ramah Anak dengan Disabilitas dan Kusta, Mungkinkah?

Tidak ada yang sempurna melebihi kesempurnaan Tuhan yang Maha Esa. Mungkin kita sering mendengar pepatah itu. Tapi bagaimana sikap kita tentang menghadapi ketidaksempurnaan. Kemudian bagaimana kita menghadapi perbedaan fisik seseorang yang ada di sekitar kita? Sebuah pertanyaan yang harus kita temukan saat berada di sekolah inklusi.

Sekolah inklusi merupakan sekolah dengan beragam peserta didik dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sekolah inklusi menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman dan keramahan terhadap segala perbedaan agar dapat mencapai tujuan pendidikan inklusif.

Kebetulan beberapa hari yang lalu saya mendengarkan Streaming Ruang Publik yang diadakan oleh KBR dan NLR Indonesia. NLR Indonesia merupakan organisasi non pemerintah (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta.

Saat ini Indonesia masih dihadapkan pada tantangan pencegahan dan pengendalian penyakit kusta. Data WHO tahun 2020 menunjukkan, Indonesia masih meenjadi penyumbang kasus baru penyakit kusta nomor tiga di dunia. Dengan jumlah kasus berkisar delapan persen dari kasus dunia. Sebanyak 9061 kasus baru penyakit kusta yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, termasuk pada anak-anak.

Hal yang paling mengejutkan, ragam disabilitas baik yang disebabkan oleh kusta atau yang lainnya. Baik menimpa orang dewasa atauanak-anak. Mereka sangat rentan terhadap deskriminasi. Mulai dari bullying verbal sampai kekerasan fisik. Ini sesuatu yang sangat mengerikan, sebab semua anak berhak mendapatkan tempat hidup yang aman.

Lingkungan pendidikan seperti sekolah menjadi sorotan tempat yang punya potensi terhadap bullying anak dengan disabilitas dan kusta. Sebagai warga sipil, kita menjadi bagian penting dalam menjamin keamanan dan kelayakan pendidikan untuk anak-anak disabilitas dan kusta.

Bagaimana Sikap Kita Terhadap Anak dengan Disabilitas dan Kusta?

Anak dengan Disabilitas dan Kusta harus mendapat pendidikan yang layak seperti anak-anak lain. Maka mereka juga berhak bersekolah di sekolah-sekolah reguler dengan sistem pendidikan inklusi. Sekolah reguler harus ramah dengan ragam disabilitas baik karena kusta maupun disabilitas yang lain. Anak dengan disabilitas dan kusta tidak harus sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). 

Guru harus menjadi teladan yang baik dalam bersikap kepada mereka penyandang disabilitas. Karena penyandang disabilitas juga merupakan subjek utama kehidupan yang memiliki hak sama dengan kita. Maka sebagai guru, kita juga harus menyampaikan kepada peserta didik yang lain tentang sikap saling menghormati tanpa memandang fisik.

Nah, pada agenda Ruang Publik KBR ini mereka mendatang beberapa narasumber. Pertama ada Bapak Anselmus Gabies Kartono dari Yayasan Kita Juga. Kemudian ada Bapak Frans selaku kepala Sekolah SD Rangga Watu Manggarai Barat dan Adik Ignas merupakan salah satu anak dengan disabilitas. Kami berdiskusi tentang apa saja upaya yang dilakukan untuk mewujudkan sekolah ramah anak dengan disabilitas dan kusta.

Yayasan Kita Juga (Sankita) merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam pemberdayaan disabilitas di Kabupaten Manggarai Barat, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur dengan metode Rehabilitasi bersumber daya masyarakat. Yayasan ini berdiri sejak tahun 2007 dan resmi menjadi sebuah yayasan pada tahun 2017. 

Berdirinya yayasan Sankita ini merupakan salah satu strategi untuk memberantas stigma negatif terhadap penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas juga bisa berdaya dan bahkan bisa sembuh. Maka tidak pantas jika kita menomorduakan mereka apalagi menganggap mereka lebih tidak berdaya. Yayasan Sankita memiliki berbagai program untuk mengatasi permasalahan yang dialami penyandang disabilitas dan kusta.

Beberapa Program yang dilakukan Yayasan Sankita adalah sebagai berikut.

1. Pelatihan Untuk Guru Pendamping ABK

Pada pelatihan ini guru-guru dilatih untuk mengidentifikasi dan memberikan asesment terhadap ABK untuk mengenali jenis-jenis disabilitas agar dapat menentukan treatment apa yang relevan untuk masing-masing anak. Guru juga diberikan pemahaman tentang kekhususan anak-anak ABK dan apa saja yang diperlukan oleh ABK.

2. Menyusun Rencana dan Strategi Pendidikan Inklusif

Setelah mendapat pelatihan identifikasi dan asesmen, guru-guru harus menyusun rencana dan strategi pembelajaran untuk ABK sesuai dengan jenis dan kekhususannya. Setiap anak memiliki kekhususan yang berbeda-beda, maka guru harus bisa menentukan apa teratment apa yang cocok untuk peserta didik. Misalnya mengatur posisi duduk anak di barisan depan agar memudahkan anak untuk melihat dan seterusnya.

3. Memotivasi Orang tua Siswa

Ini menjadi tugas yang cukup menantang. Tidak hanya guru, semua pihak harus andil untuk mendukung para orang tua yang memiliki ABK. Bahwa anak-anak ABK pun dapat bersekolah di sekolah reguler seperti sekolah negeri, karena pendidikan inklusif mengakomodir semua siswa dengan berbagai perbedaan.

4. Pelatihan di Balai Kantor Kepala Desa

Tidak hanya warga sekolah yang terlibat dalam mewujudkan pendidikan inklusif. Tapi masyarakat secara umum juga harus terlibat dalam mendukung pendidikan inklusif ini. Maka diadakanlah pelatihan di Balai Kantor Kepala Desa. Dengan kegiatan ini, diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat tentang stigma anak disabilitas. Bahwa anak disabilitas pun dapat berkembang dan melakukan kewajiban seperti masyarakat pada umumnya jika semua pihak memberikan dukungan dan fasilitas yang baik.

Kepala Sekolah SDN Rangga Watu menyampaikan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 31 ayat 1 setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sekolah negeri seperti SDN Rangga Watu memang seharusnya terbuka dan ramah dengan penyandang disabilitas dan kusta. Ini juga menjadi salah satu upaya mencegah adanya deskriminasi terhadap penyandang disabilitas.

Apalagi, di daerah Kapubaten Manggarai Barat belum banyak tersedia sekolah-sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Belum lagi jika jumlah anak dengan disabilitas dan kusta cukup banyak. Maka ini harus menjadi turning point, agar sekolah-sekolah negeri juga memfasilitasi pendidikan inklusif bagi mereka.

SDN Rangga Watu sejak awal sudah bermitra dengan Yayasan Kita Juga. Mereka bersinergi untuk mendapatkan solusi atas permasalahan disabilitas dan kusta. Ini harus mendapat dukungan penuh baik dari pemerintah maupun warga sipil. 

Sebagai orang tua, jika mengetahui tentang keberadaan anak-anak disabilitas yang menjadi teman sekolah anak kita. Maka perlu kita sampaikan kepada anak-anak untuk tidak membeda-bedakan teman. Kita harus tanamkan bahwa meskipun mereka berbeda, mereka juga subjek utuh kehidupan yang punya hak untuk bersosialisasi.

Sebagai warga masyarakat, kita tidak seharusnya mengucilkan mereka yang menyandang disabilitas. Justru kita dapat membantu mereka dengan mendukung pengadaaan fasilitas umum yang ramah untuk penyandang disabilitas.

Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, penyandang disabilitas dan kusta akan mendapat semangat baru. Tentu, mereka tidak akan merasa sendiri dan berbeda. Karena merekapun masih bisa bersekolah di sekolah yang sama dengan anak-anak lainnya. Mereka bisa bermain sepuasnya tanpa merasa inferior karena perbedaan.

Sekolah yang ramah anak dengan disabilitas dan kusta sangat mungkin dihadirkan di tengah-tengah masyarakat. Kabupaten Manggarai Barat sudah membuktikannya. Adanya dukungan dari komunitas sosial, lembaga pendidikan, pemerintah setempat, dan masyarakat lokal. Mereka dapat menyelenggarakan pendidikan Inklusi di SDN Rangga Watu.

Teman-teman yang penasaran dengan streaming Ruang Publik KBR yang membahas tentang Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta, dapat mengaksesnya melalui tautan berikut ini.

8 Responses to "Sekolah Ramah Anak dengan Disabilitas dan Kusta, Mungkinkah?"

  1. Bagus ada pendidikan khusus untuk anak yang pernah terkena kusta. Stigma kusta harus dihilangkan. Mereka perlu disamakan hak dan kewajiban seperti anak yang lainnya.

    ReplyDelete
  2. Semoga makin banyak lagi ya sekolah inklusif seperti SD Rangga Watu ini, sehingga banyak anak-anak yang berkebutuhan khusus bisa meraih pendidikan yang layak

    ReplyDelete
  3. Bagus banget nih program yang diinisiasi oleh yayasan Sankita seputar penanggulangan kusta. Karena tak dimungkiri sosialisasi tentang penanganan kusta di sekitar kita masih minim. jadi tak hanya calon pendamping ABK yang mendapatkan informasi dan pelatihan melainkan semua anggota masyarakat seperti orangtua dan anak-anak yang akan bersekolah di tempat tsb

    ReplyDelete
  4. Saya senang sekali mendengar
    Anak dengan Disabilitas dan Kusta mendapatkan perhatian seperti ini. Sudah berat hidup mereka dengan kondisi yang mereka miliki, belum ditambah dengan cemooh masyarakat yang kurang bijaksana. Dengan banyak program seperti ini mereka bisa memenuhi potensi terbaik mereka

    ReplyDelete
  5. Karena semua anak memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan ya Mba. Aku selalu suka dengan webinar webinar dari NLR dan KBR Id ini, membuka wawasan seputar kusta dan disabilitas

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah turut senang bacanya kalo ada kepedulian untuk penyandang kusta dan disabilitas kayak gini. Semoga semakin banyak diadakan di kota kota lainnya.

    ReplyDelete
  7. Senang sekali melihat ada sekolah seperti SD Rangga Watu ini yang peduli dan memfasilitasi anak-anak penyandang kusta. karena sejatinya belajar adalah hak setiap umat manusia apapun latar belakang dan keadaanya. good job!

    ReplyDelete
  8. Masih jarang bgt ya sekolah yg bisa memfasilitasi anak2 disabilitas & kusta. Rasanya butuh guru2 berjiwa raksasa bukan sekedar besar utk mendidik anak2 spesial ini. Semoga makin banyak sekolah spt SD Rangga Watu.

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel