Kaget Banget! Ternyata Kampungku Rentan Karhutla

Hari ulang tahun Republik Indonesia tinggal menghitung hari. Hari ulang tahun kemerdekaan negara ini akan terus menjadi pengingat sudahkah kita merdeka sepenuhnya? Atau kemerdekaan itu hanyalah formalitas. Karena sejatinya kita lebih terjajah sekarang?


Kebetulan, siang itu, kami berdiskusi tentang tema #BersamaBergerakBerdaya Indonesia Merdeka dari Kebakaran Hutan dan Lahan. Sangat relate sekali bukan dengan agenda menyambut hari ulang tahun kemerdekaan? 

Selama dua tahun terakhir saya dan teman-teman Eco Blogger Squad rutin membahas tentang isu lingkungan. Mulai dari hutan Indonesia yang digadang-gadang sebagai paru-paru dunia, masyarakat dan perannya menjadi garda terdepan menjaga hutan, sampai isu kebakaran hutan yang tak berkesudahan. 

Seperti kebakaran hutan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan yang terjadi baru-baru ini. Indonesia mengalami kebakaran hutan dahsyat pada tahun 2015 dan 2019. Kabut asap yang ditimbulkan kedua peristiwa kebakaran itu sempat menyelimuti sebagian wilayah Asia Tenggara. (Dilansir dari VoA Indonesia)

Badan cuaca Indonesia mengatakan Indonesia tahun ini diperkirakan akan mengalami musim kemarau paling parah sejak 2019, sebagian karena kembalinya pola cuaca El Nino. Situasi tersebut tentu sangat mengkhawatirkan,  ditambah degradasi lahan gambut yang semakin bertambah. Lahan gambut yang kering dapat berpotensi menyimpan bara api yang mengakibatkan cepat menjalarnya api pada kebakaran hutan.

Kerusakan Gambut Menjadi Penyebab Kebakaran Hutan

Melansir dari situs Pantau Gambut, tahun 2023 masuk ke dalam periode siklus anomali iklim El Nino yang menyebabkan Indonesia mengalami kekeringan panjang. Ancaman karhutla pada Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) tahun 2023 menjadi permasalahan serius karena Pantau Gambut menemukan bahwa 2,5 juta hektare lahan gambut dalam KHG di Indonesia berada pada kerentanan kelas tinggi. Dengan kata lain, kerusakan lahan gambut secara ekstrem yang diikuti oleh pelepasan emisi dan zat-zat kimia ke atmosfer akan membahayakan seluruh tatanan ekologi dan sosial di bumi.

Wuah, rasanya makin seram membayangkan kerentanan itu benar-benar terjadi. Saya masih ingat betul, tahun 2015 terjadi kebakaran hutan yang cukup dahsyat di Pulau Sumatera. Kami yang tinggal di Sumatera Selatan juga dapat merasakan asapnya. Meski jarak dengan sumber api relatif jauh. Yang jauh saja terasa tidak nyaman apalagi yang tinggal di dekat lokasi kebakaran hutan ini. 

Sejak tahun 2000 hingga 2015, aktivitas perkebunan monokultur skala besar memang telah merenggut ratusan ribu hektar hutan yang termasuk di dalamnya lahan gambut. Deforestasi ini barangkali terus berlangsung hingga sekarang yang mengakibatkan lahan gambut terus berkurang dari waktu ke waktu. Lahan gambut yang terus berkurang menyebabkan peningkatan kerentanan kebakaran hutan di Indonesia. 

Pada kebakaran yang terjadi pada tahun 2015 dan 2019 ditemukan bahwa setidaknya 50% area terbakar yang ditemukan merupakan lahan gambut. Selain itu, dari total lahan seluas 4,4 juta ha yang terbakar pada selang tahun 2015 hingga 201910 ditemukan sekitar 789.600 ha atau 18% diantaranya terbakar secara berulang. Lahan konsesi pun turut berkontribusi terhadap terjadinya karhutla. Sebanyak 1,3 juta ha atau 30% dari area kebakaran yang dipetakan antara 2015–2019, berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas (pulp). (Data dari Kajian Pantau Gambut)

Ngerti kan sekarang? Ngerti dong? Masa ngga ngerti? (Pakai nada Kinan di Layangan Putus ya bacanya)

Saya cukup tercengang menyaksikan data sebaran kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) tahun 2023, ternyata Sumatera Selatan menduduki nomor empat, dong! Makin miris rasanya. Tapi memang perkebunan sawit makin luas di sini. Saya langsung kepikiran, jangan-jangan pembukaan lahannya dengan cara pengeringan lahan gambut. 

Data kerentanan karhutla
Sumber: Laporan Kerentanan Hutan oleh Pantau Gambut

Ternyata isu ini sangat dekat sekali dengan kampung saya. Rasanya langsung overthinking karena fakta ini harus diketahui oleh banyak orang di kampung saya. Tapi bingung bagaimana cara ngasih tahu laporan ilmiah seperti ini kepada mereka. Kira-kira ada nggak ya yang percaya? Langsung kepikiran kalau saya akan dicap sebagai anak muda yang sok tahu, padahal bertahun-tahun mereka menggantungkan hidup menjadi buruh perkebunan sawit. 

Terkaget-kaget sama data ini dong, itu nomor satu terpampang nyata kabupaten kampung saya dan kabupaten tetangga yang sangat dekat dengan kampung saya. Inilah yang dinamakan sebagai karhutla di pelupuk mata, literally di depan mata ini mah.

Kita Harus Bagaimana Menghadapi Ini Semua?

Perjalanan yang mempertemukan saya dengan komunitas Eco Blogger Squad memang terasa sangat mengejutkan ya. Tidak pernah terbayangkan saya akan berdiskusi secara ilmiah tentang kerentanan karhutla di kampung saya sendiri begini. Speechless, kaget, bingung harus bagaimana dan mulai dari mana untuk melakukan aksi.

"Lebih baik menyalakan lilin, daripada mengutuk kegelapan."

Begitulah kata pepatah. Saya tidak boleh patah arang. Meski saya bukan siapa-siapa bukan berarti saya tidak bisa apa-apa. Karena tidak perlu menunggu jadi siapa agar dapat melakukan aksi nyata. Selalu percaya bahwa langkah besar pasti dimulai dari langkah kecil terlebih dahulu. 

Berikut ini beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menghadapi kerentanan karhutla:

1. Membagikan Informasi Tentang Keberadaan dan Peran Penting Lahan Gambut

Dengan konsisten menyebarkan informasi tentang keberadaan dan peran penting lahan gambut. Harapannya makin banyak pula orang yang sadar akan keberadaan lahan gambut dan mau ikut menjaga atau bahkan membantu restorasi lahan gambut ini. 

2. Update Perkembangan Berita Hutan dan Gambut agar Dapat Mengawal Kebijakan Pemerintah

Sebagai generasi mudah kita tidak boleh terlena dengan banyaknya kemudahan. Tapi harus tetap memiliki analisa yang tajam apalagi tentang alam dan lingkungan sekitar yang selama ini menunjang kelangsungan hidup manusia.

Maka kita juga harus terus update berita-berita tentang lingkungan. Supaya kita juga dapat menyuarakan aksi yang dapat mencegah deforestasi dan alihrungsi lahan.

3. Terus Mendukung Petani Lokal 

Caranya bagaimana? Ya bangga mengonsumi hasil dari petani lokal seperti umbi-umbian, kacang-kacangan dan seterusnya. Supaya mereka tetap sejahtera menjadi petani. Kalau harga-harga hasil pertanian menurun petani bisa saja menjual lahan pertaniannya ke pihak swasta yang hendak mewujudkan food estate. Akibatnya, kepemilikan lahan milik petani rakyat berkurang secara signifikan, taraf hidup petani menurun, dan petani malah menjadi buruh di tanahnya sendiri karena tergusur korporasi.

4. Donasi

Jika kita punya rezeki lebih, jangan segan-segan untuk mendonasikannya kepada lembaga-lembaga yang aktif melakukan restorasi lahan gambut. Donasi kita akan langsung berperan menjaga lahan gambut tetap lestari.

5. Aktif Mengikuti Challenge di Team Up For Impact Everyday

Team Up For Impact Everyday atau biasa disingkat TUFI merupakan website yang dapat kita gunakan untuk menantang diri melakukan aksi nyata dalam menjaga lingkungan. Ada kategori aksi yang dapat kita lakukan mulai dari sampah, makanan, digital, energi, bisnis hijau, sampai aktivisme.

Contoh-contoh aksinya juga cukup mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat akan pergi berlibur kita melakukan riset hotel yang ramah lingkunga, kemudian kita juga dapat mematikan video saat meeting online untuk mengurangi emisi, sampai bagaimana kita belajar tentang investasi hijau. Info selengkapnya klik di sini

Alasan Kenapa Kita Harus Menjaga Hutan dan Lahan Gambut dari Ancaman Alihfungsi Lahan

1. Lahan Gambut Merupakan Rumah Bagi Keanekaragaman Hayati

Banyak tanaman yang hidup di ekosistem gambu yang dapat dijadikan sumber pangan, seperti kpi, sagu, nanas dan lain-lain. Ekositem gambut yang digenangi air juga menjadi habitat ikan-ikan yang menjadi sumber protein untuk kebutuhan sehari-hari.

Sumber gambar: Instagram Pantau Gambut

Sagu termasuk salah satu tanaman endemik (asli) lahan gambut. Dia bisa tumbuh dengan baik di area rawa air tawar dengan kandungan organik yang tinggi seperti tanah gambut.​

2. Tempat Mata Pencaharian para Perempuan yang Tinggal di Sekitar Hutan

Perempuan yang harus berperan ganda menjadi tulang punggung dan sekaligus mengurus keluarga karena para kaum laki-laki memilih untuk pergi bekerja di kota dan mencari kerja di sana akan sangat dirugikan. Ketika ruang hidup tempatnya mencari bahan pangan dan kebutuhan hidup, dialihfungsikan tanpa ada kesempatan untuk menolak dan memberi alasan.

3. Mencegah Banjir dan Menjadi Cadangan Air saat Kemarau

Gambut dapat menampung air sebesar 450-850 persen dari bobot keringnya. Jadi saat musim hujan, gambut akan berperan menyerap lebih banyak air sehingga dapat mencegah banjir. Sementara saat musim kemarau lahan gambut dapat mengeluarkan cadangan air tersebut.

4. Gambut Membuat Kenyamanan Hidup Manusia

Lahan gambut di Indonesia menyimpan sekitar 57 gigaton karbon atau 20 kali lipat karbon tanah mineral biasa serta menyimpan sekitar 30 persen karbon dunia. Hal tersebut akan mendukung kenyaman hidup manusia karena dapat menghidup udara bersih di bumi.

Demikian tulisan ini dibuat untuk menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Semoga menjadi refleksi bagi kita semua untuk peduli tentang alam dan lingkungan sekitar. Hari ulang tahun tidak harus dirayakan dengan kemegahan, tapi bisa juga dirayakan dengan refleksi dan interospeksi diri. Supaya bisa lebih baik dan berkontribusi nyata untuk negeri ini. Apalagi jika dihadapkan dengan kerentanan karhutla yang menimpa kampung sendiri.

Dari Kampung Untuk Indonesia Merdeka dari Karhutla!

8 Responses to "Kaget Banget! Ternyata Kampungku Rentan Karhutla"

  1. Masih sering denger kebakaran hutan ini miris rasanya. Jadi ingin menantang para pemimpin Indonesia seperti Severn Suzuki" Saya menantang Anda, cobalah untuk mencegah kebakaran hutan dan memperbaiki kerusakannya."

    ReplyDelete
  2. Ngeri sih kalau sudah karhutla dampaknya banyak banget terhadap lingkungan. Proses restorasinya lama dan tidak mudah, sementara masyarakat masih kurang perduli masalah ini. Padahal secara langsung bakal kena dampaknya juga

    ReplyDelete
  3. Saya setuju banget nih dengan beberapa poin diatas yang bisa kita lakukan dalam rangka menjaga lingkungan dari karhutla. semoga masalah lingkungan seperti karhutla ini bisa segera teratasi dan mendapatkan solusi terbaik demi kelangsungan kita dan generasi kita selanjutnya di masa depan.

    ReplyDelete
  4. Sepakat soal memperbanyak mengonsumsi produk hasil panen lokal. Selain mendukung perjuangan para petani setempat, tentu konsumsi pangan lokal kan bermakna menggerakkan ketahanan pangan dalam wilayah wilayah kecil. Semoga isu lingkungan terutama karhutla di tanah air kita ini dapat tertangani dengan baik.

    ReplyDelete
  5. Sebagai individu kita bisa mengambil peran menjaga hutan sesuai dengan fungsi dan kemampuannya. Tapi, tetap buat saya pribadi, kebijakan pemerintah yang berpihak pada pelestarian hutan adalah yang utama.

    ReplyDelete
  6. Banyak sekali manfaat dari lahan gambut ya kak. Dan ternyata lahan gambut berguna untuk mencegah banjir. apalagi sekarang banyak bencana alam yang disebabkan oleh banjir

    ReplyDelete
  7. Tak hanya hutan hujan hutan tropis dan lahan gambutyang berperan penting. Hutan Mangrove juga sangat penting Dan lebih besar menyerap karbon. Dan yang terpenting kita mahluk bumi turut menjaga, melestarikan hutan hutan pelindung bumi.

    ReplyDelete
  8. Lahan gambut memiliki peranan penting ya mba. Maka dari itu kita harus bersama-sama untuk menjaga hutan ya

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel